Skip to main content

Transmisi Nilai Siri' Na Pacce

 

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kasus geng motor (begal), tawuran pelajar, asusila remaja akhir-akhir ini menjadi head news di berbagai media massa yang ada di Makassar bahkan nasional. Penelitian yang dilakukan oleh Jalil (2016: 12) menyebutkan bahwa sejak Januari sampai April telah terjadi 85 kasus geng motor yang berlangsung di Makassar.Selain itu, juga diungkapkan bahwa sejak 2016 polrestabes Makassar telah menangani 28 kasus tawuran pelajar mulai dari tingkatan SD sampai SMA.Sontak masyarakat mengeluarkan tag line bahwa “Makassar Tidak Aman”.

Mencermati permasalahan tersebut, maka sudah seharusnya langkah pencegahan harus dilakukan melalui andil pendidikan dalam pembentukan (afirmasi) karakter anak.Langkah pencegahan ini harusnya dimulai sejak dini yaitu pada anak-anak di bangku sekolah dasar (SD).Hal ini dikuatkan oleh Unesco (1991) bahwa tahap perkembangan anak pada tingkatan SD sebagain besar berada pada tahap mitos. Pada usia ini nilai moral berupa baik-buruk, bagus-jelek, sayang-benci, suka dan tidak suka menjadi fokus utama perhatian seorang anak. Pengenalan siswa SD terhadap konsep karakter dapat disampaikan dengan cara melibatkan perasaan mereka, dalam hal ini metode bercerita, bermain peran, dan menggali pengalaman moral anak salah satunya melalui pengajaran sastra anak di sekolah dasar.

Sastra memiliki peranan karena ia adalah citraan yang disampaikan kepada anak dengan melibatkan aspek emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, maupun pengalaman moral, dan diekspresikan dalam bentuk-bentuk kebahasaan yang dapat dijangkau dan dipahami oleh pembaca. Menurut (Noor, 2011), sastra memainkan perasaan secara dramatis dalam pengembangan konsep pribadi atau konsep diri dan perasaan-perasaan kaya diri. Selain itu Tanri (2008:3) juga mengungkapkan, bahwa mempelajari sastra tidak hanya sekadar mekanik dan tanpa keterlibatan jiwa, tetapi totalitas kejiwaan akan tercurahkan di dalamnya. Hal ini berarti bahwa sastra mendorong untuk menerapkan moral yang baik dan luhur dalam kehidupan dan menyadarkan manusia akan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan memiliki kepribadian yang luhur. Pendapat tersebut menegaskan bahwa pembelajaran sastra di sekolah adalah hal yang sangat penting dilakukan.

Sastra itu benda budaya yang bisa dijadikan tauladan, di dalamnya terungkap nilai-nilai, kaidah-kaidah, tindak-tanduk yang baik dan buruk.Noor (2011: 27-28) mengungkapkan, bahwa karya sastra merupakan salah satu cerminan nilai-nilai budaya dan tidak terlepas dari sosial budaya serta kehidupan masyarakat yang digambarkannya.Ini berarti bahwa pembelajaran sastra harusnya terintegrasi dengan pembelajaran budaya dan tidak bias dipisahkan.

Salah satu kebudayaan Makassar yang dapat ditransmisikan dalam pembelajaran sastra adalah budaya siri’ na pacesebagai falsafah hidup masyarak Makassar.Secara lafdzhiyah Siriberarti : Rasa Malu (harga diri), sedangkan Pacce berarti: Pedih/Pedas (Keras, Kokoh pendirian). Jadi Siri’ na Pacce dapat diartikan sebagai kecerdasan emosional untuk turut merasakan kepedihan atau kesusahan individu lain dalam komunitas (solidaritas dan empati).Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat menjadi samar dalam pemaknaan konsepsi nilai siri’ na pace. Menurut Mulawarman (2014: 57) mengatakan bahwa ketidakpahaman terhadap konsepsi nilai kerap menjadikan siri’ na pace sebagai tamen bagi masyarakat Makassar dalam berbuat amoral (terutama tawuran membela teman dan harga diri).

 Oleh sebab itu, mentransmisi nilai siri’ na pace dalam pengajaran sastra anak merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.Alat yang dapat digunakan dalam mentrasnmisi nilai tersebut dalam pembelajaran sastra adalah dengan melakukan pengembangan media pembelajaran audio visual.Media audio visual adalah media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan Iptek) meliputi media yang dapat dilihat, didengar, dan yang dilihat dan didengar bagi pengguna untuk mengkomunikasikan dan mendokumentasikan informasi yang didapatkan, Satria, dkk. (2013: 4). Media audio visual (video) memiliki kelebihan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Kelebihan dalam ranah kognitif antara lain dapat digunakan untuk menunjukan contoh dan cara bersikap atau berbuat dalam suatu penampilan, khususnya yang menyangkut interaksi siswa. Kelebihan dalam ranah afektif antara lain dapat menjadi media yang sangat baik dalam mempengaruhi sikap dan emosi. Kelebihan dalam ranah psikomotor antara lain dapat memperlihatkan contoh keterampilan yang menyangkut gerak, baik dengan cara memperlambat maupun mempercepat gerakan yang ditampilkan (Priandono, dkk.,2012: 248).

Penelitian ini merupakan salah satu upaya dalam menjawab berbagai permasalahan mengenai karakter anak melalui peningkatan fungsi sastra. Upaya tersebut dirumuskan dalam judul penelitian yaituTransmisi Nilai Siri’ na Pacce dalam Pengembangan Media Pembelajaran Sastra Anak Berbasisis Audio Visual (Afirmasi Karakter  Siswa Sekolah Dasar  Di Kota Makassar).

 

1.2  Tujuan Khusus

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka tujuan penelitian dirinci secara khusus yaitu sebagai berikut:

1.      Menganalisis pengetahuan siswa SD di kota Makassar terhadap budaya siri’ na pacce.

2.      Menganalisis kebutuhan pembelajaran sastra anak siswa SD di kota Makassar.

3.      Mengembangkan media pembelajaran berbasis audio visual yang memiliki muatan nilai siri’ na pacce di dalamnya.

4.      Menganalisis pengaruh media yang telah dikembangkan terhadap perubahan karakter siswa setelah diterapkembangkan dalam pengejaran sastra anak.

5.      Memproduksi secara massal media yang telah dikembangkan untuk dapat digunakan oleh guru-guru sebagai media alternatif dalam meningkatkan hasil belajar sastra yang berdampak pada karakter anak.

 

1.3  Urgensi Penelitian

Penelitian ini pada hakikatnya adalah untuk mengembangkan mutu pendidikan prodi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia. Ada beberapa alasan mengenai urgennya penelitian ini untuk dilaksanakan, yaitu:

1.      Melemahnya karakter  siswa yang ditandai dengan banyaknya kasus tawuran, begal, dan lain-lain di kota Makassar memerlukan penanganan khusus melalui peningkatan fungsi pembelajaran dari transfer ilmu ke transfer nilai.

2.      Langkah penanganan yang paling efektif yaitu dengan melakukan pencegahan sejak dini sehingga menjadi alasan yang kuat bagi peneliti memilih siswa SD sebagai objek penelitian.

3.      Sastra merupakan cerminan kehidupan (mimetik) atau mozaik kehidupan, sehingga melalui pengajaran sastra karakter anak dapat terbentuk.

4.      Siri’ na pace merupakan falsafah hidup masyarakat Makassar yang sudah mulai terlupakan, terutama dikalangan pelajar, sehingga sangat penting memberikan pengenalan nilai (pencerahan) kepada siswa terhadap nilai kearifan lokal yang harus dijunjung tinggi dalam masyarakat Makassar.

 

1.1  Temuan/Inovasi

Temuan/inovasi dalam penelitian ini yaitu:

1.      Deskripsi pengetahuan siswa terhadap nilai budaya siri’ na pace.

2.      Deskripsi kebutuhan siswa dalampembelajaran sastra anak di sekolah dasar.

3.      Terciptanya media pembelajaran sastra anak berbasis audio visual yang memuat trasnmisi nilai siri’ na pacce.

4.      Deskripsi implikasi media pembelajaran yang telah dikembangkan dalam membentuk karakter siswa.

 

 

 


 

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Sastra Anak

Sastra anak adalah bentuk kreasi imajinatif dengan paparan bahasa tertentu yang menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu yang bisa dibuat oleh orang dewasa ataupun anak-anak. Sastra anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui pandangan anak-anak (Norton,1993).Heryanto juga mengungkapkan (2014: 107) bahwa sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak.

Sastra anak yang menunjukkan kepada anak sebagian kecil dunianya merupakan satu alat bagi anak untuk memahami dunia yang belum diketahuinya.Sastra anak dapat dijadikan sebagi alat untuk memperoleh gambaran dan kekuatan dalam memandang dan merasakan serta menghadapi realitas kehidupan; dalam menghadapi dirinya dan semua yang ada di luar dirinya.Dunia anak-anak yang berkisar antara masa kanak-kanak yang tumbuh menuju ke masa remaja, diantara keluarga dan teman sebaya yang penuh dengan pengalaman pribadi membawa warna baru dalam dunia sastra anak-anak khususnya pada cerita realistik. 

MenurutEndraswara (2011: 82), seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak juga berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak.Secara khusus, Muliyono (2011: 89) menyebutkan bahwa, di sekolah dasar pembelajaran sastra anak dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra.Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya dan lingkungan hidup.Pengalaman kemampuan bersastra di sekolah dasar dilakukan dengan berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.Seyogyanya pembelajaran sastra anak di sekolah dasar perlu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.Diharapkan, dari pembelaaran sastra tertanam pengetahuan dan kemampuan bersastra yang baik sedini mungkin yang dibarengi dengan terciptanya karakter anak berdasarkan amanah sastra yang dibaca ataupun yang diciptakan.

 

2.2 Ragam Sastra Anak di SD

Menurut Hamalik (2013: 78) bahwa ragam sastra anak merupakan cerita yang sarat dengan isi yang mengarahkan pada proses pemahaman dan pengenalan. Isi yang dimaksud tergambar dalam inti pokok tema-tema cerita yang diungkap. Tema-tema tersebut dapat dibagi dalam beberapa jenis; tema keluarga, hidup dengan orang lain (berteman dan penerimaan oleh teman bermain), tumbuh dewasa, mengatasi masalah-masalah manusiawi dan hidup dalam masyarakat majemuk yang memuat perbedaan individu dan kelompok. Masalah keluarga merupakan tema yang sangat dekat dengan kehidupan anak. Dalam keluarga, pribadi anak dilatih, mereka tumbuh seiring dengan pemahamannya akan cinta dan benci, takut dan berani, serta suka dan sedih.Kategorisasi ini ditegaskan oleh Finces (2014:107), bahwa cerita yang memusatkan pada hubungan keluarga yang hangat, terbuka, dan tanpa rasa marah akan membantu anak memahami dirinya (anak).

Adapun ragam sastra anakyang diajarkan di SD menurut Hamalik, 2013:44) yaitu:

a.       Dongeng  

Di dalam pembicaraan sehari-hari, dongeng merupakan suatu cerita yang hidup dikalangan rakyat yang disajikan dengan cara bertutur lisan. Pada mulanya dongeng berkaita dengan kepercayaan masyarakat yang berkebudayaan primitif.Berdasarkan isinya dongeng digolongkan atas beberapa jenis, yaitu legenda, fabel, dan cerita rakyat.

b.      Puisi

Puisi merupakan nyanyian tanpa notasi.Puisi merupakan bentuk karya satra yang paling imajinatif dan mendalam mengenai alam sekitar, cinta, kasih sayang, perjuangan, Puisi memiliki irama yang indah, ringkas, dantepat.

c.       Drama

Drama dalam kaitannya dengan pembelajaran di kelas rendah, berarti yang sesuai dengan karakteristik usia anak. Sehubungan dengan itu, kegiatan drama bagi anak-anak harus merupakan angkah rekreasi, senilai dengan kegiatan bermain kelereng, laying-layang, sekolah, rumah-rumahan, bermain boneka.Jadi drama tidak seperti yang dipentaskan oleh orang dewasa.Namun dalam hal ini drama merupakan sarana untuk menarik minat, melatih, atau mengenalkan dasar-dasar tentang drama (konsep bermain).

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ragam sastra anak yang diajarkan di SD adalah cerita anak mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar atau ada di dunia anak, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak. Simpulan ini dikuatkan oleh pendapat (Puryanto, 2008: 2) bahwa sastra anak merupakan sastra yang ditujukan untuk anak, bukan sastra tentang anak.Sastra tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai untuk anak-anak, tetapi sastra untuk anak sudah tentu sengaja dan disesuaikan untuk anak-anak selaku pembacanya.

 

2.3 Pendidikan Karakter

Sekolah dasar menjadi basis pengembangan karakter pada jenjang pendidikan formal (Miranda, 2012:43).Pendidikan karakter di sekolah dasar merupakan kebutuhan vital agar generasi penerus dapat dibekali dengan kemampuan dasar yang tidak saja mampu menjadikannya life-long learners sebagai salah satu karakter penting untuk hidup di era informasi yang bersifat global, tetapi juga mampu berfungsi dengan peran serta yang positif baik sebagai pribadi,sebagaianggota keluarga, warga negara, maupun warga dunia. Untuk itu harus dilakukan upaya-upaya instrumental untuk meningkatkan keefektifan proses pembelajaran disertai pengembangan kultur yang positif.

Karakter merupakan bagian dari ranah afektif. Menurut Listyarti(2012: 67) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan-diri.Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan, reaksi psikologi, atau keduanya.Metode laporan-diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri.Namun, hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.

Karakter yang baik melibatkan pemahaman, perhatian, dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai etika.Pendekatan yagn holistik terhadap pengembangan karakter oleh karenanya mencari untuk mengembangkan kognitif, emosi, dan aspek prilaku dari kehidupan moral. Peserta didik berkembang untuk memahamai nilai inti dengan mempelajarinya,  mendiskusikannya, mengamati model perilaku, dan memecahkan masalah yang mencakup nilai-nilai. Jadi, peserta didik harus paham nilai inti dan komitmen mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.

 

2.4 Transmisi Nilai Siri’ na Pacce

Kata siri’ dalam bahasa Makassar berarti malu atau rasa malu, maksudnya  siri’(tuna) lanri anggaukanna anu kodi, artinya malu apabila melakukan perbuatan yang tercela. Sekalipun kata siri’ tidak hanya dipahami menurut makna harfiah tersebut. Menurut C.H. Salam Basjah yang dikutip oleh Mattulada memberi tiga pengertian kepada konsep siri’, yaitu: Pertama ialah malu, kedua, merupakan daya pendorong untuk membinasakan siapa  saja  yang  telah  menyinggung  rasa  kehormatan  seseorang,  dan ketiga ialah sebagai daya pendorong untuk bekerja atau berusaha sebanyak mungkin, Mattulada (Tarman dan Muhsin, 2016: 53).  Pengertian siri’  lebih terang dijelaskan oleh Mattulada yaitu  sebagai perwujudan konkrit  didalam akal  budi  manusia  yang  menjunjung  tinggi  kejujuran, keseimbangan,  keserasian,  keimanan  dan  kesungguhan  untuk menjaga harkat dan martabat manusia (Moein, 1990: 42).Pengertian tersebut memberikan konsepsi siri’ bagi peneliti bahwa siri’ adalah suatu sistem nilai sosial, budaya dan kepribadian yang merupakan pranata pertahanan harga diri dan martabat manusia sebagai individu dan anggota masyarakat.

Adapun  pengertianpacce secara  harfiah,  yaitu perasaan pedis,  perih  atau  pedih, Limpo (Suwito, 2015: 70).  Sedangkan  pengertian pacce menurut istilah, antara lain: pacce adalah suatu perasaan yang menyayat hati, pilu bagaikan tersayat sembilu apabila sesama warga masyarakat atau keluarga atau  sahabat  ditimpa  kemalangan  (musibah)  (Moein,  1990:  33). Pacceberfungsi  sebagai  alat  penggalang  persatuan,  solidaritas,  kebersamaan  rasa kemanusiaan dan memberi motivasi pula untuk berusaha sekalipun dalam.

Dari  pengertian  di  atas  jelaslah  bahwa pacce dapat  memupuk  rasa persatuan dan kesatuan bangsa, membina solidaritas antara manusia agar mau membantu  seseorang  yang  mengalami  kesulitan.  Sebagai  contoh  seseorang mengalami musibah, jelas masyarakat lainnya turut merasakan penderitaan yang dialami rekannya itu dan segera pada saat itu pula mengambil tindakan untuk membantunya baik berupa materi maupun non materi. Perasaan ini merupakan  suatu  pendorong  ke  arah  solidaritas  dalam  berbagai  bentuk terhadap mereka yang ditimpa kemalangan itu.

Siri’ na pace adalah falsafah yang di dalamnya terdapat nilai-nilai karakter yang dapat ditransmisi (diintegrasi) ke dalam pembelajaran. NIlai-nilai tersebut lebih spesifik disebutkan oleh Mattulada (1995: 78) bahwa siri’ na pacce erat kaitannya dengan nilai:

1.      Ada’Tongeng (kata benar), adalah prinsip kata-kata di mana yang harus bicara kebenaran. Ini memerlukan keharusan moral untuk untuk jujur dalam menceritakan apa-apa. Selain itu, ada tongeng juga berarti bahwa setiap kata harus selalu berusaha untuk menghindari kata apapun yang mungkin menimbulkan bahaya bagi individu atau kelompok lain.

2.      Lempuk (kejujuran), adalah prinsip tindakan yang harus selalu melakukan benar. Ia harus mencoba untuk menghindari melakukan sesuatu yang tidak benar.

3.      Getteng (keteguhan) , adalah prinsip sikap yang satu harus selalu memiliki sikap yang berbeda atau perusahaan tentang satu hal.

4.      Sipakatau (saling menghormati),adalah entitas khusus dan unik dalam dunia dan harus direspon dalam penghormatan penuh. Hal ini karena setiap orang memiliki baik rasional maupun emosional bakat yang harus diperhitungkan.

5.      Mappesonari Dewata seuwae (disampaikan kepada kehendak Allah), prinsip religiusitas yang setiap manusia harus menyerahkan dirinya kepada kehendak Allah. Prinsip ini menyiratkan bahwa manusia harus semuanya subjek tentang kehidupan kepada kehendak Allah. Implikasi dari ini Prinsip adalah bahwa setiap Bugis harus memiliki agama dan oleh karena itu harus selalu mengikuti ajaran agama yang dia milik untuk.

 

Peran utama sirina pace 'dalam masyarakat adalah untuk melindungi semua anggota masyarakat dan memungkinkan mereka untuk hidup dalam harmoni. Jika semua anggota masyarakat masih menghargai siri 'sebagai acuan utama dalam mengatur melakukan yang baik maka semua anggota masyarakat akan menikmati menghasilkan manfaat dan akan hidup dalam situasi yang baik.Atas dasar titik ini jelas bahwa nilai inti dari budaya Makassar bertepatan dengan pesan universal dari semua agama, yang membawa baik bagi manusia.

 

2.5 Media Pembelajaran Audio Visual

Media audio visual adalah media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan Iptek) meliputi media yang dapat dilihat, didengar, dan yang dilihat dan didengar bagi pengguna untuk mengkomunikasikan dan mendokumentasikan informasi yang didapatkan, Satria, dkk. (2013: 4). Media audio visual (video) memiliki kelebihan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Kelebihan dalam ranah kognitif antara lain dapat digunakan untuk menunjukan contoh dan cara bersikap atau berbuat dalam suatu penampilan, khususnya yang menyangkut interaksi mahasiswa. Kelebihan dalam ranah afektif antara lain dapat menjadi media yang sangat baik dalam mempengaruhi sikap dan emosi. Kelebihan dalam ranah psikomotor antara lain dapat memperlihatkan contoh keterampilan yang menyangkut gerak, baik dengan cara memperlambat maupun mempercepat gerakan yang ditampilkan, Anderson (dalam Priandono, dkk., 2012: 248).

Seperti umumnya media sejenis media audio visual mempunyai tingkat efektifitas yang cukup tinggi, menurut riset, rata-rata di atas 60% sampai 80%. Pengajaran melalui audio visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor film, televisi, tape recorder, dan proyektor visual yang lebar. Jadi, pengajaran melalui audio visual adalah penggunaan materi yang penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran mahasiswa seluruhnya bergantung kepada kata-kata simbol yang serupa. Sehingga dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran yang berfungsi memperjelas atau mempermudah dalam memahami bahasa yang sedang dipelajari, Nafiah (2012: 18).Hamalik (Nafiah, 2012: 16) mengemukakan bahwa audio visual adalah suatu peralatan yang dipakai oleh para dosen dalam menyampaikan konsep, gagasan dan pengalaman yang ditangkap oleh indera pandang dan pendengaran.Media audio visual merupakan alat peraga yang bersifat dapat didengar dan dapat dilihat yang dapat membantu mahasiswa dalam belajar mengajar yang berfungsi memperjelas atau mempermudah dalam memahami bahasa yang sedang dipelajari.

Media audio visual adalah media kombinasi antara audio dan visual yang diciptakan sendiri seperti slide yang dikombinasikan dengan kaset audio, Wingkel (2009: 321). Menurut Sanjaya (2010, 172) “Media audio visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, slide, suara, dan sebagainya”.Juliantara (Purwono, dkk., 2014: 131) menyatakan bahwa sebagai alat bantu (media pembelajaran) dalam pendidikan dan pengajaran, media audio visualmempunyai sifat sebagai berikut persepsi dan retensi yang mamou memberikan pengalaman langsung dan membuat pembelajaran menjadi lebih menyenangkan untuk mahasiswa.

Dalam penelitian ini, media audio visual yang akan dikaji adalah media berbasis teknologi yang menyajikan unsur gambar dan unsur suara sebagai alternatif penyajian objek kongkret untuk menunjang proses pembelajaran yang efektif dan praktis. Kesimpulan ini didukung oleh pendapat Themistoklis Semenderiadis (Purwono, dkk., 2014: 130) yang mengatakan bahwa media audio visual memainkan peran penting dalam proses pendidikan, terutama ketika digunakan oleh guru dan peserta didik. Media audio visual memberikan banyak stimulus kepada siswa, karena sifat audio visual/suara-gambar.Audio visual memperkaya lingkungan belajar, memelihara eksplorasi, eksperimen dan penemuan, dan mendorong siswa untuk mengembangkan pembicaraan dan mengungkapkan pikiranya).

 

2.6  Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang relevan yang telah dilakukan sebelumnya yaitu:

1.      Tarman, dan Arif Muhsin. 2016 dengan judul The Developtment of Creative Writing Model on Short Story Based Siri’ Na Pacce at the XI Class Senior High Schools in Makassar. Hasil tes dalam pembelajaran menunjukkan bahwa sekitar 88,4% darisiswa mendapat nilai tinggi. Hasil belajar siswa memenuhi kriteriadiharapkan. Kemampuan guru untuk mengelola pembelajaran menunjukkan skor rata-rata 80 %. Demikian pula, aktivitas siswa mencapai sesuai dengan harapan dan tanggapan siswa 79,07% tentangbelajar dengan menggunakan Model pembelajaransiri 'na pacce. Berdasarkan analisis dalam percobaan, siri 'na pacce Model memenuhi kriteria validitas, kepraktisan dan efektivitas, itumembuat kesimpulan bahwa siri na pacce Model memiliki kualitas yang baik.

2.      KesimpulanDemikian pula halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2011) dengan judul penelitian “Telaah kritis Nilai Edukatif Pappaseng dalam Elompugi” yang memyimpulkan elumpugi berisikan untaian kata-kata indah dan memiliki nilai-nilai edukasi yakni motivasi (pappenre sumange), kesetiakawanan sosial (assimelereng) dan kepatutan (appasitinaja)yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran.

 

Penelitian-penelitian yang disebutkan di atas adalah usaha untuk menemukan nilai-nilai kearifan lokal Suku Bugis dari sastra yang terdapat di masyarakat suku ini.Hanya saja penelitian tersebut masih secara umum karena hanya menemukan nilai-nilai yang ada dalam sastra Bugis tetapi nilai-nilai tersebut belum diaplikasikan dan diterapkan dalam dunia pembelajaran sastra. Serangkaian penelitian-penelitian yang ada, penelitian Trasnmisi nilai siri’ napacce dalam Pengembangan Media Pembelajaran Sastra Anak Berbasis Audio Visual belum pernah dilakukan khususnya pada siswa SD di Makassar. Dengan demikian, keaslian ide dan konsep yang ada dalam penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.

 

2.6 Rod Map Penelitian

            Road map penelitian ini mengacu pada studi yang telah dilakukan sebelumnya sebagai landasan dalam melakukan penelitian nantinya.Roap map tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:









Pembelajaran Sastra Anak

 
 

 

 

 

 

 

 

 


 


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1  Model Penelitian dan Pengembangan

Penelitiaan dan pengembangan ini menggunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif.Pendekatan penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang didukung data dari kuantitatif. Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ADDIE.

Prosedur penelitian pengembangan pada model ADDIE yaitu: (1) Analisis (Analysis); (2) Desain/perancangan (Design); (3) Pengembangan (Development); (4) Implementasi (Implementation); dan (5) Evaluasi (Evaluation). Kelima tahap prosedur pengembangan model ADDIE tersebut dapat dilihat pada bagan tahap-tahap pengembangan sebagai berikut.



 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1.ProsedurPengembangan ADDIEmenurut (Anglada, 2007)

 

1)        Tahap analisis (analysis) meliputi kegiatan: (1) melakukan analisis kompetensi yang dituntut kepada siswa; (2) melakukan analisis karakteristik siswa tentang kapasitas belajar, pengetahuan, keterampilan, sikap yang telah dimiliki siswa serta aspek lain yang terkait; (3) melakukan analisis materi sesuai dengan tuntutan kompetensi. Selain itu, pada tahap analisis, peneliti juga mengidentifikasi pengetahuan siswa terhadap nilai siri’ na pace yang akan ditrasnmisikan dalam media.

2)        Tahap perancangan (Design) dilakukan dengan kerangka acuan sebagai berikut: (1) untuk siapa pembelajaran dirancang (siswa); (2) kemampuan yang diinginkan untuk dipelajri (kompetensi); (3) bagaimana materi pelajaran atau keterampilan dapat dipelajari dengan baik (strategi pembelajaran); (4) bagaimana menentukan tingkat penguasaan pelajaran yang sudah dicapai (asesmen dan evaluasi).

3)        Tahap pengembangan (development) yang meliputi kegiatan pengumpulan bahan/materi media pembelajaran berbasis multimedia interaktif, pembuatan gambar-gambar ilustrasi, pengetikan, dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan penyusunan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif dengan bantuan software-software yang dibutuhkan.

4)        Kegiatan tahap implementasi (implementation). Hasil pengembangan diterapkan dalam pembelajaran untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas pembelajaran yang meliputi keefektifan, kemenarikan, dan efesiensi pembelajaran.

5)        Tahap evaluasi (evaluation) yang meliputi evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk mengumpulkan data pada setiap tahapan yang digunakan untuk menyempurnakan, dan evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar mahasiswa dan kualitas pembelajaran secara luas. Dalam penelitian ini hanya dilakukan evaluasi formatif, karena jenis evaluasi ini berhubungan dengan tahapan penelitian pengembangan untuk memperbaiki produk pengembangan yang dihasilkan.

 

3.2  Uji Coba Produk

1.        Desain Uji Coba

Tingkat validitas media pembelajaran diketahui melalui hasil analisis kegiatan uji coba yang dilaksanakan melalui tahap review para ahli (review oleh ahli isi pembelajaran  sastradan ahli media pembelajaran) dan tahap uji coba lapangan.

 

2.        Subjek Coba

Subjek coba dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:

a)        Tim Ahli

(1)     Subjek Coba untuk Validasi Isi Materi

Subjek coba untuk validasi isi materi terdiri atas dua orang yang memiliki kualifikasi S-3 dalam bidang sastra.

(2)     Subjek Coba untuk Validasi Media Pembelajaran

Subjek coba untuk validasi media pembelajaran terdiri atas dua orang yang memiliki kualifikasi S-3 dalam bidang pengembangan media.

b)        Sasaran Pemakai

Subjek coba untuk sasaran pemakai adalah siswa dan guru pembelajaran sastra anak siswa SD di Kota Makassar.

 

3.        Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam pengembangan ini adalah data kuantitatif sebagai data utama dan data kualitatif berupa uraian, saran, dan masukan sebagai data pendukung.Alat pengumpul data yang berupa angket menggunakan skala Likert. Tiap butir dibagi menjadi lima skala yaitu sangat bagus/sangat jelas, bagus/jelas, cukup/cukup jelas, kurang/tidak jelas, sangat kurang/sangat tidak jelas.(Sugiyono, 2010: 134).

 

4          Data dan Sumber Data

a.      Data

Data dalam penelitian ini meliputi, proses pembelajaran sastra, penggunaan media audio visual dalam pembelajaran sastra, dan keadaan siswa dalam pembelajaran sastra.

b.      Sumber Data

Ada tiga sumber data yang dijadikan sebagai sasaran pengumpulan data serta informasi dalam penelitian ini. Sumber data tersebut, meliputi:

1)      Informan, yaitu siswa dan guru.

2)      Peristiwa, yaitu proses kegiatan pembelajaran sastraanak di SD.

3)      Dokumen dan arsip, yaitu lembar hasil observasi selama proses pembelajaran, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), catatan hasil wawancara yang ditranskrip, dan foto kegiatan pembelajaran.

 

4.3  Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam pengembangan ini adalah observasi, dokumentasi, angket, dan wawancara.

1)      Observasi, dilakukan untuk mengetahui secara langsung apa yang terjadi di dalam proses pembelajaran, serta metode pembelajaran dan bahan ajar yang digunakan.

2)      Dokumentasi, bahan dokumen yang dipelajari peneliti dalama tahap awal mencakup ketersediaan perangkat pembelajaran sastra (RPP), modul atau bahan ajar yang ada, dan media yang pernah digunakan. Sedangkan dokumen yang diperoleh pada saat uji coba produk mencakup foto-foto dan rekaman untuk kerja mahasiswa saat evaluasi.

3)      Angket, meliputi tiga jenis sesuai dengan peran dan posisi responden dalam pengembangan ini. Angket-angket tersebut adalah (1) angket untuk ahli materi; (2) angket untuk ahli media; dan (3) angket untuk pengguna. Angket dalam penelitian disusun dengan validitas tiga aspek yaitu (a) isi; (b) pembelajaran; dan (c) media.

4)      Wawancara, digunakan sebagai alat pengumpul data dari para ahli (ahli materi dan ahli media) sehubungan dengan saran, kritik, dan masukan-masukan.

 

4.4  Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data kuantitatif dan analisis data kualitatif.

a)        Analisis data kualitatif

Menurut Best (dalam Putra, dkk., 2014: 5) Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Teknik analisis deskriptif kualitatif ini digunakan untuk menganalisis data non tes yang diperoleh melalui kegiatan observasi, dokumentasi, dan wawancara.

b)        Analisis data kuantitatif

Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengolah data yang diperoleh melalui angket dalam bentuk skor.Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

(1)     Hasil review dari ahli materi, ahli media, dan pengguna masih dalam bentuk nilai huruf diubah menjadi nilai angka, sebagai berikut.

(a)   Sangat bagus/sangat jelas                 = 5

(b)   Bagus/jelas                                        = 4

(c)   Cukup/cukup jelas                            = 3

(d)   Kurang/tidak jelas                             = 2

(e)   Sangat kurang/sangat tidak jelas      = 1

(2)     Dari aspek yang direview, kemudian dicari rata-ratanya dengan rumus:

Keterangan:          = Skor Rata-rata, = Jumlah Skor, n       = Jumlah Responden

Untuk mengetahui kualitas pembelajaran dengan media audio visual, data masing-masing variabel dikategorikan menjadi lima kelas. Kelima kategori tersebut adalah:

(a)                 >      4,51                 = Sangat tinggi

(b)   3,51       -       4,50                 = Tinggi

(c)   2,51       -       3,50                 = Sedang

(d)   1,51       -       2,50                 = Rendah

(e)   >            1,50             = Sangat rendah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

4.1.  Fase Pengembangan Media Pembelajaran Sastra Anak Berbasis Audio Visual dan Nilai Siri’ Napacce

1.        Prosedur Penyusunan Media Pembelajaran

Prosedur pengembangan media pembelajaran berbasis audio visual mengacu pada Kurikulum yang diterapkan pada Sekolah Dasar, khususnya pada Bahasa dan Sastra Indonesia. Adapun pengembangan media pembelajaran yang dimaksud dapat  digambarkan sebagai berikut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 4.1 Prosedur Pengembangan Pembelajaran MPBK

 

2.        Fase Pengembangan Media Pembelajaran Sastra Anak Berbasis Audio Visual dengan Nilai Siri’ Napacce

Desain model ini mengembangkan keterampilan menulis karya ilmiah yang berbasis audio visual dengan pola persiapan, pengorganisasian,  reflektif, dan evaluasi.

Tahap 1: Orientasi Siswa pada Fase Persiapan

1)   Guru mengecek kesiapan siswa;

2)   Guru memberikan pengantar kepada siswa, memotivasi, dan  membuka cakrawala berpikir siswa tentang materi pelajaran dalam kehidupan nyata;

3)   Apersepsi dengan mengadakan tanya jawab pada pelajaran sebelumnya; dan

4)   Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

Tahap 2: Memfasilitasi Siswa pada  Fase Pengorganisasian

1)   Guru menjelaskan materi pelajaran;

2)   Guru memfasilitasi siswa dalam mengeksplorasi konsep  karya ilmiah dengan mengkaji bahan ajar;

3)   Guru memberi tugas kepada siswa menggunakan LKM;

4)   Siswa dikelompokkan.

Tahap 3: Membimbing Siswa dalam Fase Reflektif

1)   Guru membimbing pelaksanaan tugas siswa secara berkelompok dan memfasilitasi diskusi dalam kelompok kecil;

2)   Siswa berlatih membuat sastra anak;

3)   Guru membimbing penyelesaian tugas siswa;

4)   Guru meminta salah seorang siswa untuk mempresentasikan tugasnya dan siswa  lain menyimak;

5)   Guru melakukan refleksi dari hasil pembelajaran;

6)   Guru memberi komentar dan memberi penghargaan dari hasil tugas siswa;

7)   Guru bersama siswa mendiskusikan  hasil yang telah dipresentasikan oleh siswa.

Tahap 4:   Memfasilitasi Siswa pada Fase Evaluasi

1)   Guru melakukan pengujian dan menyusun kembali pengetahuan  karya ilmiah yang dikonstruksi pada fase reflektif melalui diskusi kelas.

2)   Guru mengevaluasi keberhasilan pembelajaran melalui presentase/penyajian hasil kerja tugas dan  pemberian kuis.

    Secara umum sikap guru terhadap pelaksanaan tugas sastra anak dengan model pembelajaran berbasis audio visual sebagai berikut ini.

1.      Menciptakan suasana yang demokratis.

2.      Menghargai berbagai pendapat dan membangun interaksi melalui kegiatan diskusi kelompok.

3.      Mengolah dan menyediakan sumber belajar yang relevan yang dapat mendukung anak dalam mengikuti pembelajaran mengenai sastra secara optimal.

4.      Menghargai pendapat anak agar mendorongnya bersifat lebih kritis dan kreatif dalam bersikap.

5.      Menempatkan diri sebagai sumber belajar yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan secara individu atau secara berkelompok.

 Model yang dipaparkan di atas kemudian  dirinci dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun sebanyak delapan kali pertemuan. RPP tersebut terdiri atas uji coba I dikelas A, C, dan E, dan uji coba II di kelas B, D, dan F.  Untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran berbasis workshop dilakukan pengamatan terhadap pelaksanaan perangkat pembelajaran yang mendukung media.

 

3.        Implementasi Nilai Siri’ Napacce dalam Media Pembelajaran Sastra Anak Berbasisis Audio Visual

               Hasil uji coba  yang meliputi keterlaksanaan RPP, aktivitas siswa dan guru, tes hasil belajar siswa, dan respons  siswa terhadap model pembelajaran yang telah dikembangkan pada  uji coba.

a)        Analisis Instrumen Lembar Pengamatan Keterlaksanaan Media Pembelajaran Berbasis Audio Visual

 Penilaian dari dua penilai merekomendasikan bahwa lembar pengamatan ini dapat digunakan dengan revisi kecil dengan kategori baik sekali. Hasil rangkuman penilaian dapat dilihat pada lampiran B.5. lembar validasi instrumen pengamatan keterlaksanaan pembelajaran. Selanjutnya, instrumen ini digunakan oleh dua orang pengamat dalam uji coba pelaksanaan pembelajaran sastra anak di Sekolah Dasar.

 

b)     Analisis Instrumen Lembar Pengamatan Aktivitas Guru

Lembar pengamatan ini dikembangkan dari 28 indikator pembelajaran menulis karya ilmiah berbasis audio visual. Lembar pengamatan ini dinilai oleh dua orang penilai/validator untuk memberikan penilain terhadap instrumen tersebut. Penilaian meliputi (1) aspek tujuan,   (2) cakupan aktivitas guru, dan (3) aspek bahasa. Hasil penilaian menunjukkan bahwa  instrumen ini dapat digunakan dengan revisi kecil atau kategori baik sekali. Rangkuman hasil penilaian dapat dilihat pada lampiran B.8. lembar validasi aktivitas guru. Selanjutnya, instrumen ini digunakan oleh dua orang pengamat dalam uji coba pelaksanaan model pembelajaran sastra anak di Sekolah Dasar. 

 

c)      Analisis Instrumen Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa

               Lembar pengamatan ini dimodifikasi dari lembar pengamatan aktivitas siswa yang dikembangkan oleh Tim Pengembangan Pembelajaran KSG. Lembar pengamatan ini dinilai oleh dua orang penilai/validator. Penilaian meliputi (1) aspek tujuan, (2) cakupan aktivitas siswa, (3) aspek bahasa. Hasil penilaian validator pertama menunjukkan bahwa instrumen ini dapat digunakan dengan tanpa revisi  atau kategori baik sekali. Hasil penilaian validator kedua menunjukkan instrumen ini dapat digunakan dengan sedikit revisi atau kategori baik sekali.  Rangkuman hasil penilaian semua validator dapat dilihat pada lampiran B.7. validasi aktivitas siswa.

 

d)     Analisis Instrumen Lembar Respons Siswa

               Lembar pengamatan ini dinilai oleh dua orang penilai/validator. Penilaian meliputi (1) aspek petunjuk, (2) cakupan jenis-jenis respons siswa, dan (2) penilaian umum. Validator (I)  mengatakan instrumen ini dapat digunakan dengan revisi kecil dan kategori baik sekali.  sedangkan validator (II) menilai bahwa instrumen ini dapat digunakan tanpa revisi dan kategori baik sekali. Rangkuman hasil penilaian kedua validator dapat dilihat pada tabel. 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2. Hasil Penilain Lembar Respons Siswa

No.

Aspek yang Dinilai

Frekuensi Penilaian

1

2

3

4

I

Aspek Tujuan

1. Kejelasan petunjuk pengisian lembar responss siswa dinyatakan dengan jelas

2. Kriteria penilaian dinyatakan dengan jelas

 

 

 

 

2

 

2

II

Aspek Cakupan

Cakupan jenis-jenis responss siswa terhadap model pembelajaran berbasis audio visual.

 

 

 

 

2

III

Aspek Bahasa:

1.      Menggunakan bahasa yang sesuai

2.      Menggunakan bahasa yang mudah dipahami

3.      Menggunakan pernyataan yang komunikatif

 

 

 

 

1

 

2

1

2

 

5) Analisis Instrumen Lembar Respons Guru

Instrumen  wawancara ini  dinilai oleh tiga guru yang menerapkan model pembelajaran berbasis workshop.  Pedoman  wawancara tersebut meliputi (1) respons bahan ajar yang digunakan, (2) respons LKM , (3) respons RPP, dan (4) model pembelajaran yang digunakan. Hasil penilaian ketiga guru tersebut menunjukkan bahwa bahan ajar yang digunakan sangat jelas, materinya mudah dimengerti dan dilengkapi dengan tes formatif. LKM digunakan sangat menarik karena di dalamnya berisi tentang uji praktik yang dapat  mengembangkan kreativitas dan penalaran. Selain itu, siswa tertarik terhadap materi yang disajikan karena LKM-nya dibuat dalam bentuk bervariasi. RPP digunakan sesuai dengan bahan ajar yang ada disertai dengan evaluasi, baik lisan maupun tertulis pada setiap kegiatan inti dan kegiatan penutup. Model pembelajaran berbasis konstruktivisme sangat menarik, baik penerapan bahan ajar dan suasana pembelajaran di dalam kelas. Siswa aktif dengan model pembelajaran ini karena adanya sistem interaktif  setelah penyajian materi dengan ilustrasi  terhadap bahan ajar yang ada.

 

4.2.  Efektivitas Model Pembelajaran  Sastra Anak Berbasis audio Visual

Model pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi tiga kriteria keefektifan, yaitu (1) hasil kemampuan memahami sastra anak, (2) Aktivitas siswa dan guru, dan (3) respon siswa dan guru.  

Sebelum proses pelaksanaan model pembelajaran berbasis workshop, terlebih dahulu guru memberikan pretes tentang sastra anak kepada siswa yang dijadikan sebagai objek penelitian. Pelaksanaan pretes bertujuan mengetahui kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa dalam memahami karya sastra anak berbasis audio visual. Kegiatan dalam memahami sastra anak yang berbasis audio visual akan dianalisis untuk dapat menetapkan langkah-langkah selanjutnya.

Terdapat lima indikator yang menjadi tolok ukur dalam menilai sastra anak yang telah dibuat siswa. Indikator tersebut, yaitu pola pengembangan latar belakang atau masalah yang dibahas pada tulisan sastra dan susunan paragrafnya. Kesemua indikator tersebut digunakan menilai semua jenis karya ilmiah (fiksi, puisi, sastra tradisional, komik) yang telah dibuat oleh siswa.

 

1.        Hasil Uji Coba Pertama

a.        Hasil Pretes

Adapun data skor hasil penelitian pretes pada uji pertama dapat dilihat pada tabel berikut:

 

 

Tabel 4.3.

Statistik Skor Pretes

 

Statistik

Nilai Statistik

Kelas A

Kelas C

Kelas E

Subjek Penelitian

35

30

26

Skor Maksimum Ideal

100

100

100

Skor Rata-rata

55,00

55,50

51,67

Skor Tertinggi

78,5

75

68,5

Skor Terendah

33,5

28,5

26,5

Rentang Skor

45

46,5

42








 

            Dari tabel 4.3 diketahui bahwa skor rata-rata hasil pretes siswa kelas A = 55,00., C= 55, 50.,  dan E= 51,67 dari skor ideal, yaitu 100. Skor tertinggi untuk kelas A =78,5., kelas C =75., dan kelas E= 68,5. Skor terendah kelas A =33,5., kelas C= 28,5., dan kelas E =26,5. Jika skor hasil pretes siswa tersebut dikelompokkan ke dalam lima kategori diperoleh distribusi frekuensi dan persentase skor hasil pretes seperti disajikan pada tabel 4.4 berikut:

 

Tabel 4.5.

Deskripsi Ketuntasan Pretes Siswa

 

No

Skor

Kategori

Ketuntasan

Kls A

Kls C

Kls E

Frek

(%)

Frek

(%)

Frek

(%)

1

0-64

Tdk tuntas

22

62,86

21

70

17

65,38

2

65-100

Tuntas

13

37,14

9

30

9

34,62

 

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa dari 35 siswa kelas A  terdapat 22 siswa (62,86%) yang belum tuntas belajar dan 13 siswa (37,14%) yang telah tuntas. Pada kelas C terdapat 21 siswa (70%) yang belum tuntas dan 9 siswa (30%) yang telah tuntas. Pada kelas E terdapat 17 siswa (65,38%) yang belum tuntas dan 9 siswa (34,62%) yang telah tuntas.

                   Tabel 4.6. Frekuensi Hasil Pretes Pembelajaran Sastra Anak

No.

Nilai

Kategori

Frekuensi

Persentase

1

0-64

Tidak Tuntas

60

65,93

2

65-100

Tuntas

31

34,07

 

Apabila hasil ketuntasan pretes diilustrasikan dalam bentuk grafik, tampak seperti berikut ini.

Grafik 4.1. Hasil Ketuntasan Pretes

 

Berdasarkan tabel 4.6 dan grafik 4.1 diketahui bahwa dari 91  siswa terdapat 60 siswa (65,93%) yang belum tuntas belajar dan 31 siswa (34,07%) yang telah tuntas. Hal ini berarti ketuntasan hasil pretes belum memuaskan secara keseluruhan dengan demikian sebanyak 60 siswa yang perlu perbaikan karena belum mencapai kriteria ketuntasan individual.

 

b.        Respons Siswa   

Tabel 4.7. Hasil Respons Siswa Uji Coba Pertama

No.

Aspek yang Direspons

Respons Siswa

1

Apakah kalian merasa sangat senang, cukup senang atau tidak senang terhadap komponen  pembelajaran berikut ini?

Sangat Senang

Senang

Cukup Senang

Tidak Senang

a. Bahan ajar

36,99 %

51,11%

11,9%

0%

b. LKM

43,88%

41,23%

14,92%

0%

c. Suasana pembelajaran di kelas

44,45%

33,4%

18,3%

3,85%

c. Suasana pembelajaran di kelas

44,45%

33,4%

18,3%

3,85%

d. Cara guru mengajar

61,33%

18,91%

19,76%

0%

e. Penampilan guru

45,86%

46,02%

8,12%

0%

2

Apakah komponen pembelajaran berikut ini bagimu,  sangat  baru,  baru, cukup baru atau tidak baru?

Sangat baru

Baru

Cukup baru

Tidak baru

a. Bahan ajar

26,3%

46,18%

13,71%

13,81%

b. LKM

29,56%

52,61%

12,59%

5,24%

c. Suasana pembelajaran di kelas

22,1%

29,32%

20,88%

27,70%

d. Cara guru mengajar

24,04%

39,02%

19,77%

17,17%

e. Penampilan guru

17,17%

27,23%

24,69%

30,92%

3

Apakah kamu sangat berminat, berminat, cukup berminat atau tidak berminat? Untuk mengikuti kegiatan pembelajaran, seperti yang baru. saja kamu ikuti?

Sangat berminat

Berminat

Cukup berminat

Tidak berminat

50,15%

39,51%

10,34%

0%

4

Apakah kamu dapat memahami dengan sangat jelas, jelas, cukup jelas atau tidak bahasa yang digunakan dalam:

Sangat jelas

Jelas

Cukup jelas

Tidak jelas

a. Bahan ajar

41,09%

42,83%

16,08%

0%

 

b. LKM

41,56%

32,49%

23,73%

2,22%

5

Apakah kalian sangat mengerti, mengerti, cukup mengerti atau tidak maksud dari setiap soal/masalah yang disajikan dalam:

Sangat mengerti

Mengerti

Cukup mengerti

Tidak mengerti

a. Bahan ajar

21,98%

60,83%

17,19%

0%

b. LKM

25,32%

48,11%

24,35%

2,22%

6

Apakah kalian sangat tertarik,    tertarik, cukup tertarik   atau   tidak   dengan penampilan (tulisan, ilustrasi/gambar dan letak gambar), yang terdapat dalam:

Sangat tertarik

Tertarik

Cukup tertarik

Tidak tertarik

a. Bahan ajar

43,14%

45,06%

9,59%

2,22%

b. LKM

43,92%

42,83%

9,92%

3,33%

 

2.        Aktivitas Siswa

Tabel 4.9.    Hasil Aktivitas Siswa

No

Kategori

Rata-rata Kumulatif

A

KA

TA

1

Memperhatikan penjelasan guru dan mencatat seperlunya

89.67 %

9.46 %

0.88 %

2

Membaca bahan ajar

89.76 %

9.32 %

0.90 %

3

Bertanya/ menyampaikan pertanyaan atau pendapat kepada guru atau teman

90.30 %

8.80 %

0.83 %

4

Mengerjakan tugas pada LKM secara berkelompok

90.58 %

8.76 %

0.66 %

5

Mempersentasikan hasil kerja kelompok

89.87 %

9.53 %

0.61 %

6

Menjawab/ menanggapi pertayaan dari teman/guru

90.65 %

8.42 %

0.92 %

7

Kegiatan siswa yang  tidak relevan dengan kegiatan belajar mengajar

0.71 %

9.67 %

89.63 %

 

Apabila hasil aktivitas siswa diilustrasikan dalam grafik, tampak seperti berikut ini.

 

Grafik 4.2. Hasil Aktivitas Siswa

Berdasarkan tabel dan grafik hasil aktivitas siswa uji coba pertama di atas terdapat tujuh kategori yang menjadi pengamatan yang dilakukan oleh dua orang pengamat. Kategori pertama, yaitu“memperhatikan penjelasan guru dan mencatat seperlunya” dengan nilai rata-rata kumulatif pada kategori aktif yaitu, (89,67%), kategori kurang aktif siswa  (9,46%), dan kategori tidak aktif (0,88%). Kategori kedua, yaitu “membaca bahan ajar” dengan nilai rata-rata pada kategori aktif yaitu, (89.76%), kategori kurang aktif (9.32%), dan kategori tidak aktif (0,90%), kategori ketiga yaitu, “bertanya/ menyampaikan pertanyaan atau pendapat kepada guru atau teman” dengan nilai rata-rata pada kategori aktif, yaitu (90,30%), kategori kurang aktif (8,80%), dan kategori tidak aktif (0,83%), kategori keempat, yaitu “mengerjakan tugas pada LKM secara berkelompok dengan nilai rata-rata pada kategori aktif yaitu, (90,58%), kategori kurang aktif (8,76%), dan kategori tidak aktif (0,66%), kategori kelima, yaitu “mempresentasikan hasil kerja kelompok” dengan nilai rata-rata pada kategori aktif, yaitu (89,87%), kategori kurang aktif (9,53%), dan kategori tidak aktif (0,61%), kategori keenam yaitu, “menjawab/menanggapi pertayaan dari teman/guru” dengan nilai rata-rata pada kategori aktif, yaitu (90,65%), kategori kurang aktif (8,42%), dan kategori tidak aktif (0,92%). Adapun kategori ketujuh yaitu, “kegiatan siswa yang tidak relevan dengan kegiatan belajar mengajar dengan nilai rata-rata pada kategori aktif, yaitu (0,71%), kategori kurang aktif (9,67%), dan kategori tidak aktif (89,63%).

 

3.        Hasil Pengamatan Aktivitas Guru

Tabel 4.11. Hasil  Pengamatan Aktivitas Guru pada Uji Coba Pertama

         Secara Kumulatif

No

Pertemuan

K e l a s

A

C

E

Rata-rata

Rata-rata

Rata-rata

1

I

3,01

2,88

2,88

2

II

3,08

3.05

2,98

3

III

3,21

3,01

3,25

4

IV

3,25

3,12

3,38

5

V

3,57

3,40

3,48

6

VI

3,69

3,47

3,64

7

VII

3,68

3,47

3,67

8

VIII

3,80

3,74

3,84

Rata-rata

3,38

3,27

3,38

 

Apabila hasil pengamatan aktivitas guru dapat diilustrasikan dalam bentuk grafik, tampak seperti berikut ini.

Grafik 4.3. Hasil Pengamatan Aktivitas Guru

Dari pertemuan pertama sampai pertemuan kedelapan tersebut, diketahui nilai rata-rata kumulatif kelas A = 3,38, kelas C = 3,27, dan kelas E =  3,38. Dari hasil observasi dengan menggunakan lembar pengamatan keterlaksanaan model pembelajaran berbasis audio visual diketahui bahwa: rata-rata keterlaksanaan sintaks 3,16  di atas 3, rata-rata keterlaksanaan sistem sosial 3,0 dan rata-rata keterlaksanaan prinsip reaksi di atas 3,04.

 

4.        Hasil Transmisi Nilai Siri Napacce pada Pengembangan Media Pembelajaran Sastra Anak

Berikut dideskripsikan contoh data yang telah dianalisis secara kualitatif pada uji coba pertama:

a.        Hasil Analisis Kemampuan Memahami Fiksi

Indikator urutan cerita yaitu terdapat 83,54%, dan masuk dalam kategori  “baik”, Indikator sudut pandang terdapat 85,02%, dan masuk dalam kategori “sangat baik”, Indikator struktur perbuatan terdapat 68,40%, dan masuk dalam kategori “Baik”, Indikator pemahaman syarat karya ilmiah 68,17%, dan masuk dalam kategori “Baik”.

Kesatuan ide dan pemahaman mengenai nilai-nilai siri’ napacce sudah tampak pada pemahaman pada ranah sastra jenis fiksi. Kesatuan ide terlihat dari adanya satu ide pokok yang dikembangkan dalam paragraf. Koherensi paragraf tersebut terlihat pada penggunaan repetisi kata “aku”. Selain itu ditemukan juga kata transisi setelah yang memadukan paragraf tersebut.

 

b.        Hasil Analisis Kemampuan Pemahaman Puisi

Indikator gaya penyajian yaitu terdapat 72,65%, dan masuk dalam kategori  “baik”, indikator organisasi penyajian terdapat 78,66%, dengan kategori “baik”, indikator penggambaran latar terdapat 80,87%, dengan kategori “baik”, indikator pemahaman syarat paragraf 71,94%, dan masuk dalam kategori “baik”. Berikut data paragraf siswa yang dianalisis secara random.

Paragraf data (2) terdapat gaya penyajian yang lugas, menekankan pada uraian secara rinci tentang objek, dan menggambarkan sesuatu yang dapat dilihat oleh indra. Selain itu, penguraian tersebut memperlihatkan secara detail dan rinci mengenai sebuah tugu. Penguraian secara rinci seperti ini adalah ciri paragraf deskripsi sesuai dengan yang diungkapkan Finoza (2009:201).

 

c.         Hasil Analisis Pemahaman Sastra Tradisional

Indikator pola  yaitu terdapat 86,88%, dan masuk dalam kategori  “sangat baik”, Indikator organisasi penyajian terdapat 86,22%, dengan kategori “sangat baik”, Indikator pemahaman syarat paragraf terdapat 72,19%, dengan kategori “baik”, Indikator pemahaman unsure paragraf 76,74%, dengan kategori “baik”. Berikut data paragraf siswa yang dianalisis secara random.

 

d.        Hasil Analisis Kemampuan Menulis Komik

Indikator pola pengembangan paragraf yaitu terdapat 83,88%), dan masuk dalam kategori  “baik”, indikator organisasi penyajian terdapat 84,17%), dengan kategori “baik”, indikator pemahaman syarat paragraf terdapat 71,67% dengan kategori “baik”, Indikator pemahaman unsur paragraf 75,71%, dengan kategori “baik”.

Tabel 4.12.  Nilai Rata-rata dari Keseluruhan Kelas

No

Jenis Sastra

Nilai Rata-rata Kelas

Nilai Rata-rata

Kumulatif

Kelas A

Kelas C

Kelas E

1

Fiksi

70,88

73,75

84,22

76,28

2

Puisi

78,43

82,28

74,12

78,29

3

Sastra Tradisional

77,08

79,86

84,54

80,49

4

Komik

75,95

77,43

83,19

78,86

Apabila diilustrasikan dengan grafik, nilai rata-rata keseluruhan kelas menulis paragraf sebagai berikut ini.

Grafik 4.4. Nilai Rata-rata Kumulatif Menulis Karya Ilmiah

 

5.        Hasil Postes

Adapun data skor hasil penelitian postes uji coba pertama dapat dilihat pada tabel berikut

 

Tabel 4.13.

Statistik Skor Postes Uji Coba Pertama

Statistik

Nilai Statistik

 

Kelas A

Kelas C

Kelas E

 

Subjek Penelitian

35

30

26

 

Skor Maksimum Ideal

100

100

100

 

Skor Rata-rata

77,62

73,13

71,79

 

Skor Tertinggi

88

91

91

 

Skor Terendah

51,5

48

53

 

Rentang Skor

36,5

43

38

 








 

Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui bahwa skor rata-rata hasil postes Siswa kelas A, yaitu 77,62, kelas C 73,13,  dan kelas E 71,79 dari skor ideal yang mungkin dicapai, yaitu 100. Skor tertinggi untuk kelas A 88, kelas C 91, dan kelas E 91. Skor terendah kelas A 51,5, kelas C 48, dan kelas E 53. Jika skor hasil postes siswa tersebut dikelompokkan ke dalam 5 kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi dan persentase skor hasil postes seperti disajikan pada tabel 4.14 berikut.

 

 

 

Tabel 4.15.

Deskripsi Ketuntasan Postes Siswa

No

Skor

Kategori

Ketuntasan

 

Kelas A

Kelas C

Kelas E

 

Frek

(%)

Frek

(%)

Frek

(%)

 

1

0-64

Tidak tuntas

4

11,42

7

23,33

6

23,07

 

2

65-100

Tuntas

31

88,58

23

76,67

20

76,93

 














 

Berdasarkan Tabel 4.15 diketahui bahwa dari 35 siswa kelas A  terdapat 4 siswa (11,42%) yang belum tuntas dan 31 siswa (88,58%) yang telah tuntas, kelas C terdapat 7 siswa (23,33%) yang belum tuntas dan 23 siswa (76,67%) yang telah tuntas, dan kelas E terdapat 6 siswa (23,07%) yang belum tuntas dan 20 siswa (76,93%) yang telah tuntas.

 

            Tabel 4.16.  Frekuensi Hasil Postes

No.

Nilai

Kategori

Frekuensi

Persentase

 

1

 

0-64

 

Tidak Tuntas

 

17

 

18,68

 

2

 

65-100

 

Tuntas

 

74

 

81,32

Apabila hasil ketuntasan postes diilustrasikan dalam bentuk grafik, tampak seperti berikut ini.

Grafik 4.5. Ketuntasan Hasil Postes

Berdasarkan Tabel 4.16 dan Grafik 4.5 diketahui bahwa dari 91  siswa terdapat 17 siswa (18,68%) yang belum tuntas belajar dan 74 siswa (81,32%) yang telah tuntas. Ini berarti ketuntasan hasil postes secara keseluruhan telah meningkat dan terdapat 74 siswa yang telah memenuhi kriteria ketuntasan belajar.

 

4.3.  Temuan

Ketercapaian tujuan penelitian, yaitu sejauh mana tujuan penelitian yang telah ditetapkan tercapai. Ketercapaian ini dikaitkan dengan kevalidan,  dan keefektifan model pembelajaran.

Temuan khusus penelitian ini yaitu temuan yang diperoleh selama proses uji coba model pembelajaran, terutama yang terkait dengan kondisi siswa sebagai subjek uji coba. Temuan ini terdiri atas empat hal, yang akan dibahas satu per satu di bawah ini.

Pertama, proses pengujian awal (validasi) ternyata model pembelajaran dinyatakan valid ditinjau dari keselururhan  aspek/komponen model, namun, teori-teori belajar yang dikemukakan dianggap belum cukup untuk mendukung model pembelajaran. 

Kedua, secara teoretis, berdasarkan hasil penilaian ahli model pembelajaran dinyatakan layak diterapkan di kelas. Secara empiris, berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran pada uji coba I yang dinyatakan sudah memenuhi kriteria kepraktisan dan ditingkatkan keterlaksanaannya pada uji coba II.

Ketiga,  hasil pelaksanaan penyebaran berjalan dengan baik.Artinya, efektivitas pembelajaran selama pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis workshop terpenuhi.

              Keempat,  hasil belajar menulis paragraf siswa ada tiga aspek, yaitu nilai konstruktivisme, nilai kesatuan gagasan, dan nilai koherensi.

             .

4.4.  Kendala dan Kelemahan Penelitian

1.        Kendala Penelitian

Terdapat beberapa kendala yang dialami dalam melaksanakan  pengembangan model pembelajaran berbasis audio visual yang mengacu pada nilai siri’ na pacce, terutama uji coba pembelajaran sastra anak.

a)      Guru tidak mudah mengubah kebiasaan mengajar dengan pola guru menerangkan dan memberi contoh (metode ceramah).

b)      Guru dalam membuka pembelajaran, lebih memfokuskan kepada pengalaman pribadi dalam proses pembelajaran daripada bentuk apersepsi.

c)      Guru dengan kebiasaan lebih dominan memberikan praktik langsung daripada pemberian teori yang cukup.

d)      Guru lebih senang memberikan materi yang lebih singkat tetapi cukup padat sebagai salah satu teknik untuk memotivasi siswa aktif dan lebih kreatif.

e)      Penguasaan bahasa siswa masih kurang sehingga ditemukan kalimat yang sumbang dalam paragraf, yang sekaligus berdampak pada ketidaksatuan dan ketidakpaduan paragraf.

2.        Kelemahan Penelitian

a)      Guru dengan penerapan model pembelajaran yang digunakan, terkadang tidak lagi memperhatikan teori, tetapi lebih memperhatikan pemahaman yang dimiliki.

b)      Guru lebih memfokuskan kepada pemberian motivasi pada awal pembelajaran daripada langsung kepada bentuk apersepsi atau pokok pembelajaran.

c)      Keterlibatan siswa lebih banyak pada aktivitas yang bersifat prosedural. Proses refleksi untuk memeriksa secara mendalam hasil yang diperoleh atau prosedur penyelesaian masalah kurang diperhatikan oleh pengajar maupun siswa.

d)      Ketergantungan siswa terhadap guru dalam menyelesaikan masalah masih tinggi. Mereka belum mampu secara maksimal memutuskan atau menilai sendiri atau sah atau tidaknya penyelesaian suatu persoalan.

 

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

   Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan sebagai berikut:

1.    Fase pengembangan media pembelajaran sastra anak berbasis audio visual memiliki lima kegiatan dengan empat fase, yaitu. (1) fase persiapan dalam kegiatan pendahuluan (2) fase pengorganisasian dalam kegiatan inti (3) fase reflektif dalam kegiatan inti (4) fase evaluasi dalam kegiatan inti (5) kegiatan penutup. Model pengembangan menulis paragraf berbasis konstruktivisme berkategori baik, berarti proses pengembangannya memenuhi kriteria kevalidan dan keefektifan, serta terciptanya model interaktif kooperatif.

2.    Keefektifan model pembelajaran sastra anak berbasis audio visual berdasarkan pada hasil respons/tanggapan siswa, aktivitas siswa, aktivitas guru, dan hasil pengembangan sastra. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut.

a.    Hasil respons siswa pada  aspek komponen pembelajaran  kategori sangat senang, (39,51%) kategori senang, (49,19%) kategori cukup senang (11,10%), dan kategori tidak senang (0,21%). Aspek kegiatan mengikuti pembelajaran kategori sangat berminat  (59,47%)  berminat (37,44% ), cukup berminat (3,09), dan tidak berminat (0% ).

b.    Hasil aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dikategorikan aktif (90, 23%).

c.    Hasil aktivitas guru secara kumulatif pada uji coba pertama, dikategorikan baik (3,31) dan hasil aktivitas guru secara kumulatif   pada uji coba kedua, dikategorikan baik (3,34).

 

5.2. Saran

Berdasarkan  hasil  penelitian  ini,  dikemukakan  beberapa  saran  sebagai berikut:

1.        Model pembelajaran berbasis audio visual dapat dipertimbangkan sebagai model alternatif dalam praktik pembelajaran menulis.

2.        Informasi keefektifan media pembelajaran karya sastra anak berbasis audio visual terbuka kemungkinan bagi para peneliti lain untuk mengkaji lebih lanjut, keefektifan model pembelajaran audio visual baik dengan menggunakan kriteria yang sama dalam penelitian ini  maupun kriteria yang berbeda.

3.        Untuk penelitian pengembangan model pembelajaran lebih lanjut, model pembelajaran sebaiknya dilengkapi audio visual tentang implementasi pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran yang dihasilkan tersebut, jadi tidak hanya dalam bentuk buku ajar dan lembar kerja mahasiswa (LKM). Hal ini diharapkan dapat memberi gambaran lebih jelas pada dosen dalam menerapkan model pembelajaran tersebut di kelas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra.Yogyakarta.Pustaka Widyatama

Fatmawati. 2011. “Telaah Kritis Nilai Edukatif Pappaseng dalam ElompugiTesis Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makaassar. Makassar: Tidak Terbit.

Hamalik, Aspar. 2013. Pengajaran Sastra Anak Aliran Realistik. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 8, No.9. Hal 77-90.

Jalil, Abdul. 2015. Analisis Psikologi Tindak Kriminalistas Remaja di Makassar. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Konseling.Vol. 2 No. 1. Hal Hal 1-16.

Listyarti, Retno. 2012. Pendidikan Karakter Dalam Metode Aktif, Inovatif, dan Kreatif. Jakarta

:Esensi

Mattulada,1995. Latoa: Satu Lukisan Analitik Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis Cet.II; Ujungpandang: Hasanuddin University Press

Miranda. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter.Jakarta :Prima Pustaka

Mulawarman. 2014. Based Local Wisdom Learning the culture of South Sulawesi. Journal of Arts &Humanities.Vol. 3 Nomor 10. Hal 50-60.

Mulyono, 1978.Tripama Watak Sastria dan Sastra Jendra. Jakarta: Gunung Agung

Moein, Andi MG, 1990, Menggali Niali-nilai Budaya Bugis-Makassar dan Siri’ na Pacce,. Makassar: Yayasan Mapress.

Nafiah, Himatun. 2012. Pengaruh Penggunaan Media Audio Visual terhadap Hasil Belajar Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) Kelas IV Mind Guntur Kabupaten Demak. Skripsi.Institut Agama Islam Negeri Walisongo. Semarang.

Noor, Rohinah M. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra: Solusi Pendidikan Moral yang Efektif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Priandono, Febrian Eko, dkk. 2012. Pengembangan Media Audio-Visual berbasis Kontekstual  dalam Pembelajaran Fisika di SMA.Jurnal Pembelajaran Fisika. Vol. 1.No. 3.Hal.247-253.

Purwono, Joni, dkk.. 2014. Penggunaan Media Audio-Visual pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pacitan. Jurnal Teknologi Pendidikan Dan Pembelajaran (UNS). Vol.2, No.2. Hal 127 – 144.

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana

Satria, Ketut, dkk. 2013. Pengembangan Media Audiovisual pada Mata Diklat Penerapan Efek Khusus pada Objek Produksi Berbasis Project Based Learning untuk Siswa Kelas XII SMK Negeri 3 Singaraja. Jurnal Nasional Pendidikan Teknik Informatika.Vol. 2 No. 1.Hal.36-50.

Suwito. Konsep "Income" dalam Realitas Budaya Siri' na Pacce.  Jurnal Mama “Masyarakat Akuntansi Mutiparadigma Indonesia.Vol. 1, No. 2. Hal 66-73

Tanri, St. 2008. “Pembelajaran Menulis Puisi dengan Teknik Akrostik pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Makassar”.Jurnal Pensil Sastra.Volumen 1.No. 3. Hal 20-25.

Tarman, dan Arif Muhsin. 2016.The Developtment of Creative Writing Model on Short Story Based Siri’ Na Pacce at the XI Class Senior High Schools in Makassar.Journal of Educational and Social ResearchMCSER Publishing, Rome-Italy.Vol. 6 No 1. Hal 52-58.

Norton Michale, 1993. Mengalang DanaBandung :Buku Obor

Winarni, Retno. 2010. Kajian Sastra Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu

Wingkel, 2009.Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

Jadwal Penelitian

 

No.

Kegiatan & Ruang Lingkup Penelitian

2016

2017

 

 

Okt

Nov

Des

Jan

Feb

Mar

1.

Kontrak Penelitian

 

 

 

 

 

 

2.

Seminar usulan & desain metode pen.

 

 

 

 

 

 

3.

Kajian pustaka instrument & ujicoba

 

 

 

 

 

 

4.

Pelaksanaan Penelitian

 

 

 

 

 

 

5.

Monev internal

 

 

 

 

 

 

6.

Pengumpulan data

 

 

 

 

 

 

7.

Penulisan lap.akhir

 

 

 

 

 

 

8.

Publikasi Jurnal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Comments

Popular posts from this blog

ANALISIS PUISI “GAJAH DAN SEMUT” KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI

  BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Sastra adalah kegiatan kreatif manusia yang dijelmakan dalam medium bahasa. Membicarakan puisi berarti membicarakan kebahasaan puisi. Puisi sebagai salah satu karya sastra dapat dianalisis dari bermacam-macam aspeknya. Puisi adalah bagian dari karya sastra. Membicarakan puisi berarti membicarakan bahasa dalam puisi. Puisi merupakan karya estetis yang memanfaatkan sarana bahasa yang khas Suminto (dalam Diah Eka, 2016: 01). Setiap pengarang menulis puisi berdasarkan ekspresi perasaannya sehingga bahasa yang digunakan bisa dimaknai berbeda. Setiap puisi yang dibuat oleh penyairtentu memiliki makna dan arti di dalamnya yang tidak diketahui secara implisit. Puisi adalah bentuk kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dengan menggunakan bahasa pilihan. Puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan dan merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama.  Apresiasi puisi tidak

KRITIK PENGHAKIMAN DAN IMPRESIONISTIK DALAM NOVER MEMORI IN SORONG

  KRITIK PENGHAKIMAN DAN IMPRESIONISTIK DALAM NOVER MEMORI IN SORONG   A.     SINOPSIS NOVEL   Menceritakan tentang seorang gadis bernama Ajeng yang memiliki 3 orang kakak yang saling berbeda sifat satu sama lain, yang pergi ke Sorong untuk urusan pekerjaanya menjadi reporter dan penyiar salah satu televise swasta yang bernama SENADA, sekaligus untuk mencari tahu tentang sosok perempuan yang sempat mendampingi ayahnya saat bertugas di Sorong selama dua tahun pada dua puluh Sembilan tahun yang lalu.             Awal keberangkatannya ke Sorong, ia berkeinginan untuk segera bertemu dan bertanya kepada anneke, sosok orang yang sempat mendampingi ayahnya yang merupakan seorang tentara yang sangat mencintai keluarganya. Selama di sorong ajeng tinggal di rumah sepupunya yang menjadi direktur di salah satu bank milik pemerintah di kota Sorong. Dua hari semenjak ajeng datang ke Sorong, ia di sambut dengan banyak sekali keributan yang terjadi, sehingga ini menjadi sebuah keberuntunga

KRITIK PENGHAKIMAN Karya Sastra JUDICIAL CRITICISM

Kritik penghakiman (judicial criticism) ialah kritik sastra yang berusaha menganalisis karya sastra dan menerangkan efek-efek sastra berdasarkan pokoknya, organisasinya, tekniknya, dan gayanya, serta mendasarkan pertimbangan individual kritikus atas dasar standar-standar umum tentang kehebatan atau keluar-biasaan karya sastra. Contoh kritik penghakiman dapat dilihat pada uraian berikut ini. Membaca baris permulaan roman singkat Hamidah barangkali orang akan menyangka, inilah satu di antara pengarang sebelum perang yang menulis dengan teknik lain. Tetapi ternyata setelah kita lanjutkan membaca beberapa kalimat, teknik penulisannya seperti pada umumnya karya-karya masa itu: merupakan garis lurus dari awal sampai akhir. Hanya pengarang menggunakan kalimat-kalimat yang boleh menjadi kalimat akhir cerita sebagai pembuka cerita. Plot lurus seperti ini, tanpak kecakapan pengarang akan mengundang kelemahan-kelemahan, di antaranya faktor rasa ingin tahu pembaca kurang terpusa