BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan belajar mengajar bagi anak usia sekolah dasar mempunyai arti dan tujuan tersendiri. Hal ini berkaitan dengan karakteristik yang dimiliki oleh anak usia sekolah dasar tersebut. Secara umum anak usia sekolah dasar mempunyai karakteristik senang bermain, suka mencoba usaha-usaha baru, belajar dengan bekerja, mengobservasi, dan berinisiatif. Namun, masing-masing anak berkembang dengan cara-cara tertentu yang berbeda antara satu anak dengan anak lainnya. Perbedaan proses perkembangan ini meliputi proses biologis, kognitif, maupun psikososialnya. Dari pandangan tersebut, tujuan belajar anak sekolah dasar dirumuskan sebagai usaha yang menjadikan anak senang dalam belajar, memperbaiki pola berpikir kreatif anak, mengembangkan sikap positif anak dalam belajar, dan mengembangkan afeksi serta kepekaan terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dilingkungannya. Tujuan belajar ini membantu anak meletakkan dasar-dasar kehidupan kearah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya ciptanya yang diperlukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan untuk pertumbuhan serta perkembangan mereka selanjutnya.
Guna mencapai tujuan dari kegiatan belajar anak, pendekatan pembelajaran yang dipakai hendaknya memperhatikan karakteristik dan perkembangan anak. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan anak mempunyai dimensi pemahaman tentang umur dan keindividuan anak. Dengan pemahaman dimensi umur, pembelajaran tidak akan mengabaikan aspek perkembangan anak. Sedangkan, dengan pemahaman dimensi individu, pembelajaran tidak akan pernah mengabaikan keunikan anak, baik dari segi pola atau waktu perkembangannya, kepribadiannya, cara belajar, dan latar belakang keluarganya. Namun, pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar sekolah dasar sekarang ini banyak menggunakan pembelajaran klasikal. Pendekatan ini bertumpu pada metode ceramah yang dalam penyajiaan pelajaran dengan cara memberikan penjelasan-penjelasan secara lisan kepada peserta didik, dan jarang sekali menggunakan media. Dalam pendekatan ini, guru menyampaikan materi secara panjang lebar sedangkan peserta didik hanya duduk diam dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Oleh karenanya, dalam pendekatan ini yang terjadi hanya transformasi informasi dari guru kepada peserta didik.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Nurdin Somantri (Anonim, 2006), 77,5% anak merasa jenuh atau bosan dengan pembelajaran klasikal dan 15% anak merasa sangat jenuh serta sering mengantuk atau melamun. Hal senada juga disampaikan A. Suhaenah Suparno (2000 : 23), yang menyatakan bahwa pembelajaran klasikal membuat anak sering merasa bosan dan sukar berkonsentrasi karena penyampaiannya yang monoton, proses belajar terlalu teoritis, jawaban harus sesuai dengan buku, dan bahan yang disampaikan kurang menyangkut masalah realitas dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran klasikal biasanya dipilih karena murah, dalam arti efisiensi dalam pemanfaatan waktu dan penghematan biaya. Selain itu, pembelajaran ini mudah, dalam arti materi dapat disesuaikan dengan keterbatasan peralatan dan ketidaksediaan bahanbahan tertulis. Namun daya tahan anak untuk mendengarkan suatu ceramah dalam pembelajaran klasikal sangatlah terbatas, sehingga akan menimbulkan kejenuhan pada peserta didik atau bahkan menurunnya motivasi belajarnya. Proses belajar mengajar satu arah dengan penjejalan konsep-konsep dan penyamarataan kemampuan anak dalam belajar, tidak merangsang perkembangan kreatifitas anak untuk memahami dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sesuai perkembangan individunya.
Pembelajaran dengan orientasi perkembangan pada anak akan memberikan
kesempatan secara luas bagi anak untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan mengkonkritkan hal-hal yang bersifat lebih abstrak. Sehingga anak akan lebih mudah membentuk pengalaman, pemahaman, dan keterampilannya secara utuh. Pendekatan pembelajaran ini juga akan memberikan peluang kepada anak untuk menghayati sesuatu yang dipelajarinya, mengadakan internalisasi, mengadakan refleksi, membuahkan dan megembangkan pemahaman melalui proses belajarnya.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dianggap mengakomodir perkembangan peserta didik adalah pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar mengajar yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian. Tema ini digunakan untuk memahami gejala-gejala dan konsep lain baik yang berasal dari bidang studi yang bersangkutan maupun dari bidang studi lainnya, guna memberi pengalaman yang bermakna pada anak.
Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, anak diarahkan untuk mampu memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Kecenderungan pembelajaran tematik diyakini sebagai pendekatan yang berorientasi pada praktek pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak. Karena pendekatan ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Pelaksanaan pendekatan ini bertolak dari suatu topik atau tema yang dipilih dan dikembangkan guru bersama anak sesuai minat dan kebutuhannya. Dimana guru melakukan identifikasi tema dengan mengadakan curah pendapat (brain storming) dengan anak didik. Kemudian guru melakukan pengembangan tema dengan mengajak anak berdiskusi. Dalam diskusi ini guru dapat membantu mengarahkan jalannya diskusi. Setelah itu, dilaksanakan kegiatan belajar mengajar yang dimulai dengan identifikasi sub tema, diikuti pembagian tugas dan pencarian informasi, serta diakhiri dengan pengolahan informasi dibawah pengawasan guru.
Hasil pengolahan informasi ini disusun dalam bentuk verbal, gambar, model dan sebagainya, untuk nantinya dilaporkan secara langsung dihadapan anak lainnya. Untuk menyajikan hasil pengolahan informasi ini tidak selalu dalam bentuk laporan tertulis, namun bisa juga dalam bentuk sajian lisan disertai diskusi, majalah dinding, rekaman kaset hasil wawancara, atau bentuk yang lain sesuai situai dan kondisi. Tujuan dari tema ini bukan untuk literasi bidang studi, akan tetapi konsepkonsep dari bidang studi terkait dijadikan alat dan wahana untuk mempelajari dan menjelajahi topik atau tema tersebut. Bila dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran klasikal, pembelajaran tematik tampak lebih menekankan keterlibatan anak dalam belajar, membuat anak secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Dengan hal tersebut, diharapkan anak membentuk sendiri pengetahuannya melalui pengalaman langsung. Dimana pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar yang bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain yang sudah diabstraksikan. Namun untuk menciptakan suatu proses belajar seperti itu tentunya tidak mudah, karena anak telah terbiasa dengan proses belajar yang mengkondisikan mereka untuk berperan secara pasif.
Kegiatan belajar yang disesuaikan dengan dengan minat dan perkembangan anak ini akan lebih memungkinkan anak untuk memahami pelajaran. Dengan demikian kesulitan yang dihadapi anak dalam memahami pelajaran yang dianggap sulit bisa diatasi. Bagi kebanyakan anak, mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit. Banyak anak yang prestasi belajarnya rendah dalam mata pelajaran ini. Bahasa Indonesia sebagai ilmu yang mempelajari kajian bahasa, sastra, dan prosedur operasional untuk memecahkan masalah dalam bahasa Indonesia, memiliki obyek kejadian yang abstrak dan berpola pikir deduktif dan konsisten. Obyek kejadian yang abstrak dalam Bahasa Indonesia ini menjadi sebuah hambatan bagi anak untuk bisa memahami pembelajaran bahasa secara mudah. Oleh karenanya, perlu sebuah upaya untuk lebih mengkonkritkan hal-hal yang dianggap abstrak dalam Bahasa Indonesia dalam kegiatan belajar anak. Pengkonkritan ini harus diupayakan dengan memperhatikan tingkat perkembangan dan minat anak, agar anak lebih cepat menangkap apa yang dipelajarinya. Selain itu, upaya ini juga dibarengi dengan peningkatan motivasi belajar anak dengan memperhatikan faktor intern maupun ekstern anak. Sehingga pada akhirnya anak mampu meraih prestasi belajar yang tinggi.
Pembelajaran tematik sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perkembangan dan keindividuan anak, diharapkan mampu menjawab problematika yang dihadapi anak dalam kegiatan belajarnya. Termasuk juga anak yang agresif, tidak dapat tenang, sulit diajar, dan tidak mampu bertahan lama melakukan satu aktifitas. Anak yang menunjukkan gerak secara berlebihan seperti ini sering disebut dengan anak hiperaktif, atau istilah lain seperti hiperkinesis, gangguan impuls hiperkinetik, atau disfungsi minimal otak. Biasanya anak hiperaktif sulit bergaul dengan teman sebayanya, karena anak ini senang mengganggu, mencubit, mendorong, dan memukul. Anak hiperaktif biasanya juga sering membuat gaduh, berkeliaran di kelas, menggerak-gerakkan meja atau naik diatas meja. Selain itu, anak ini juga sulit untuk memperhatikan pelajaran, tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan, sulit untuk disuruh duduk, suka berbicara sendiri, senang melihat keluar kelas, dan senang memegang benda-benda disekitarnya. Hanya saja, guru seringkali menilai perilaku hiperaktif pada anak sebagai kenakalan biasa.
Hiperaktif merupakan salah satu jenis keluar biasaan yang oleh Sri Wijaya Post (Anonim, 2006) disebutkan sekitar 1 sampai 10 persen anak usia sekolah mengalami hiperaktif, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 9:1. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Nelson Texbook of Pediatrics sebagaimana dikutip Zainuddin Hamidi (2005 : 1), Diagnosis and Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan prevalensi hiperaktif pada anak usia sekolah berkisar antara 3 hingga 5 persen, dengan rasio kejadian antara laki-laki dan perempuan 4:1 secara epidemiologis, namun secara klinis 9:1. Penyebab hiperaktif sendiri belum diketahui secara pasti, namun ada beberap faktor yang diasumsikan sebagai penyebab hiperaktif, seperti disfungsi otak, kekurangan oksigen, kecelakaan fisik, keracunan serbuk timah, atau kekurangan gizi. Oleh karena ada beberapa faktor yang diasumsikan sebagai penyebabnya, maka ada beberapa teknik juga yang telah dikembangkan sebagai pengendalian perilaku hiperaktif ini, seperti medikasi, diet, modifikasi tingkah laku, lingkungan terstruktur, modeling, maupun biofeedback.
Hasil dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar anak hiperaktif dibawah rata-rata anak sebayanya. Sebagaimana pernyataan dalam Sri Wijaya Post (Anonim, 2006) bahwa 25 persen anak hiperaktif mengalami kegagalan pendidikan. Banyak yang menduga karakteristik hiperaktifnya telah mempengaruhi proses dan hasil belajarnya. Perilaku anak yang tidak mau diam disaat kegiatan belajar berlangsung sekalipun menjadikan anak ini tidak mampu mengikuti pelajaran dengan baik, yang akhirnya anak tidak memahami pelajaran yang diajarkan. Oleh karenanya dalam pengajaran dibutuhkan sistem individual, guru yang simpatik, penuh pengertian, perhatian, toleran dan mampu menyesuaikan diri dengan harapan atau minat anak didiknya. Secara konseptual, pembelajaran tematik yang mengakomodir perkembangan, minat, dan keindividuan anak bersinggungan dengan karakteristik anak hiperaktif yang terlalu banyak bergerak secara mental maupun fisik, dan mudah sekali terganggu konsentrasinya. Sehingga pendekatan pembelajaran ini diharapkan bisa meningkatkan prestasi belajar anak hiperaktif dengan memperhatikan minat anak dan keindividuannya. Serta mampu mengubah perilaku anak dengan mengarahkan perilaku hiperaktifnya kepada proses belajar bermakna yang sesuai keinginannya dalam satu tema tertentu. Dari uraian di atas, penulis terdorong untuk mengadakan penelitian dengan judul “Efektifitas Pendekatan Tematik dalam Meningkatkan Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas III SD Negeri Pa’bangiang Gowa”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang penulis kemukakan diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai beriku:
1. Pembelajaran tematik secara konseptual sangat ideal sebagai pendekatan pembelajaran. Namun secara praktis kemungkinan akan berbenturan dengan realita di lapangan dimana anak telah terbiasa pasif dalam kegiatan belajarnya, keterbatasan media, ataupun pola kebiasaan guru dengan metode ceramah.
2. Bahasa Indonesia mempunyai obyek kejadian yang abstrak dan konsisten menjadikan anak merasa kesulitan untuk memahaminya. Sehingga prestasi belajar Bahasa Indonesia mayoritas rendah.
3. Anak hiperaktif mempunyai gerak yang aktif dengan gangguan pemusatan perhatian. Namun perilaku hiperaktif pada anak seringkali hanya dimaknai guru sebagai kenakalan, sehingga anak tidak mendapatkan bimbingan khusus dalam kegiatan belajarnya di sekolah.
C. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas masalah yang diteliti, sehingga hasil penelitian yang baik akan dapat tercapai, maka perlu pembatasan masalah yang tepat. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Subjek penelitian ini adalah anak hiperaktif Kelas III SD Negeri Pa’bangiang Gowa tahun ajaran 2005/2006.
2. Pembelajaran tematik yang digunakan dengan menggabungkan konsep, pokok bahasan, atau sub pokok bahasan bidang studi satu dengan bidang studi lainnya dalam satu tema dengan pokok bahasan dalam matematika sebagai pusat penentuan tema.
3. Bahasa Indonesia disini adalah pokok bahasan pengubinan, luas dan keliling, serta kedudukan menentukan letak pada mata pelajaran matematika kelas tiga semester dua.
4. Prestasi belajar yang dimaksud berupa nilai hasil prestasi belajar siswa dari pokok bahasan pengubinan, luas dan keliling, serta kedudukan menentukan letak pada mata pelajaran matematika kelas lima semester dua.
5. Perilaku hiperaktif anak dibatasi hanya pada aktifitas motorik anak yang berlebihan di dalam kelas, dan gangguan perhatian anak saat di dalam kelas.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan diatas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Apakah pembelajaran tematik efektif di dalam meningkatkan prestasi belajar Bahasa Indonesia dan merubah perilaku anak hiperaktif di SD Negeri Pa’bangiang Gowa tahun ajaran 2005/2006.?”
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui : “Efektifitas pembelajaran tematik di dalam meningkatkan prestasi belajar Bahasa Indonesia dan merubah perilaku anak hiperaktif di SD Negeri Pa’bangiang Gowa tahun ajaran 2005/2006..”
F. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan suatu manfaat atau kegunaan sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Dengan diketahui efektif tidaknya pembelajaran tematik terhadap peningkatan prestasi belajar matematika dan perubahan perilaku anak hiperaktif, maka penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu bidang kajian anak hiperaktif.
2. Manfaat praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada guru mengenai model pembelajaran tematik sebagai pilihan alternatif dalam mengajarkan Bahasa Indonesia kepada anak didiknya.
b. Dengan adanya pembelajaran tematik yang diterapkan untuk anak hiperaktif diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar anak, seperti benar-benar melaksanakan cara belajar yang baik, efektif, dan efisien.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pendidikan oleh instansi terkait.
d. Sebagai pertimbangan bagi orang tua yang memiliki anak hiperaktif agar lebih memperhatikan serta meningkatkan kepedulian terhadap anaknya serta ikut terlibat dalam penanganan terhadap anaknya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendekatan Tematik
Pendekatan tematik adalah suatu sistem pembelajaran yang menyatukan beberapa mata pelajaran yang dikaitkan/berpusat pada satu pokok permasalahan (tema), sehingga terjadi kepaduan antara yang satu dengan yang lain dan dapat memberikan pengalaman belajar yang berarti bagi siswa. Pengalaman yang berarti tersebut ditunjukan dengan mampunya siswa menghubungkan antara konsep-konsep belajar yang telah dilakukannya dan dapat diwujudkannya/direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siwa tidak hanya menghafal materi pelajaran saja.
Pendekatan tematik menekankan pada pembelajaran yang mengajak siswa untuk menemukan dan melakukan pengalaman belajaranya sendiri (learning by doing). Pendekatan ini dimotori oleh Gestalt dan Piaget yang menekankan bawah pembelajran haruslah bermakna dan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan anak.
1. Ciri-Ciri Pendektan Tematik
a. Berpusat pada siswa Siswa dituntun untuk dapat mencari, menemukan, dan melakukan pengalaman belajarannya sendiri atau pembelajaran berpusat kepada siswa (student oriented), yang aktif dalam pembelajaran tidak lagi guru, melainkan siswa.
b. Memberikan pengalaman langsung pada anak. Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, melainkan pada siswa, sehingga penyampaian materi tidak lagi dilakukan dengan metode konvensional (ceramah) lagi, melainkan guru harus kreatif membuat suatu suasana belajar yang dapat merangksang siswa untuk aktif mencari, menemukan, dan melakukan sendiri pengalaman belajarnya (learning by doing).
c. Adanya suatu tema/pokok permasalahan. Pembelajaran berpusat pada suatu tema, dan dari tema tersebut dikaitkan beberapa mata pelajaran yang sesuai dengan tema, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan siswa mampu menghubungkan konsep-konsep pembelajaran yang telah dipelajarinya. Oleh karena itu, Pembelajaran dengan pendekatan tematik sangat menuntut kreatifitas guru dalam memilih dan mengembangkan tema pembelajran, serta menyorotinya dari barbagai aspek. Demikian halnya dalam mengembangkan ilustrasi dan contoh-contoh yang menarik dalam pembelajaran. Jika pendekatan tematik yang dilakukan oleh seorang guru, maka guru harus memiliki pemahaman yang luas tentang tema yang pilih dalam kaitannya denganberbagai mata pelajaran. Sedangkan pembelajaran yang dilakukan oleh beberapa orang guru menuntut kekom-pakan dalma membentuk pemahaman, kompetensi, dan pribadi siswa. Tema yang dipilih hendaknya diangat dari lingkungan kehidupan siswa, agar pembelajaran menjadi hidup, dan tidak menjemukan.
d. Pembelajaran dikembangkan sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Pembelajaran lebih menekankan pada konsep-konsep yang dibutuhkan siswa dalam kehidupan sehari-hari dan konsep-konsep tersebut akan ditemukan dan dilakukan sendiri oleh siswa sebagai pengalaman belajarnya, sehingga akan mudah diingat oleh siswa.
2. Manfaat Pembelajaran Tematik
a. Dengan menggabungkan berbagai mata pelajaran akan terjadi penghematan karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan
b. Siswa dapat melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat dari pada tujuan akhir itu sendiri
c. Pembelajaran tematik dapat meningkatkan taraf kecakapan berfikir siswa.
d. kemungkinan pembelajaran yang terpisah-pisah sedikit sekali terjadi, karena siswa dilengkapi dengan pengalaman belajar yang lebih tematik
e. pembelajran tematik memberikan penerapan-penerapan dunia nyata sehingga dapat mempertinggi kesempatan transfer pembelajaran (transfer of learning)
f. Dengan pemanduan pembelajaran antar mata pelajaran diharapkan penguasan matri pembelajaran akan semakin meningkat
g. pengalaman belajar antar mata pelajaran sangat positif untuk membentuk pendekatan menyeluruh pembelajaran terhadap ilmu pengetahuan
h. Motivasi belajar dapat ditingkatkan dan diperbaiki
i. Pembelajaran tematik membantu menciptakan struktur kognitif.
j. melalui pembelajaran tematik terjadi kerjasama yang lebuh meningakatantara para guru, para siswa, guru-siswa dan siswa-orang/nara sumber lain;belajar menjadi lebih menyenangkan, belajar dalam situasi lebih nyata dan dalam konteks yang bermakna.
3. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Tematik
Kelebihan pendekatan tematik:
a. Pengalaman dan kegiatan belajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak
b. Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak
c. Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih terkesan dan bermakna
d. Mengembangkan keterampilan berpikir anak sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
e. Menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tangap terhadap gagasan.
f. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan siswa.
Kelemahan pendekatan tematik:
a. Dilihat dari aspek guru, pembelajaran dengan pendekatan tematik sangat menuntut kreatifitas guru dalam memilih dan mengembangkan tema pembelajran, mengembangkan ilustrasi dan contoh-contoh yang menarik dalam pembelajaran. Kelemahan pembelajaran tematik tersebut umumnya terjadi karena guru kurang kreatif, misalnya seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga dalam pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema dengan materi pokok setiap mata pelajaran. Di samping itu, jika skenario pembelajaran tidak menggunakan metode yang inovatif maka pencapaian Kompetensi tidak akan bermakna bagi siswa.
b. Dilihat dari aspek siswa, pembelajaran tematik termasuk memiliki peluang untuk mengembangkan kreatifitas akademik yang menuntut kemampuan belajar siswa yang relative “baik” baik dalam aspek intelegensi maupun kreatifitasnya. Hal tersebut karena model pembelajaran tematik menekankan pada pengembangan kemampuan analitik(memjiwai), kemampuan asosiatif(menghubung-hubungkan) dan kamampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali). Bila kondisi diatas tidak dimiliki siswa, maka maka pelaksanaan model tersebut sulit diterapkan.
c. Dilihat dari aspek sarana dan sumber pembelajaran, pembelajaran tematik memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan berguna seperti yang dapat menunjang dan memperkaya serta mempermudah pengembangan wawasan dan pengetahuan yang diperlukan.misalnya perpustakaan, bila hal ini tidak dipenuhi maka akan sulit menerapkan model pembelajaran tersebut.
Contoh pendekatan tematik:
Contoh pembelajaran dengan pendekatan tematik di kelas 1 SD
Tema pembelajaran : kegiatanku
Implementasi dalam pembelajaran :
a. Guru meminta satu orang siswa untuk memimpin doa untuk memulai belajar (materi agama dan PKn tentang kebiasaan yang baik).
b. Guru menanyakan kabar kepada siswa, seperti: Siapa yang mau cerita tentang kabarnya hari ini?
c. Guru menanyakan kegiatan siswa di pagi hari (masuk ke materi):
1) Guru menunjukan gambar nasi goring. “anak-anak, ini gambar apa? (nasi goring) “Siapa yang tadi pagi sarapan, trus tadi pagi sarapannya pakai apa?”
2) Menghubungkannya dengan IPA. “ada yang tau kenapa kita harus sarapan?” (anak-anak akan mengacungkan tangannya dan guru dapat menunjuk siswa yang mengacungkan tangannya)
3) “iya benar, dengan sarapan kita dapat menjalankan aktifitas kita. Memangnya di dalam sarapa kita ada kandungan apa sih?” (anak-anak akan mengacungkan tangannya dan guru dapat menunjuk siswa yang mengacungkan tangannya)
4) “iya betul. Kandungan gizi yang ada di sarapan kita dapat menjadi energi untuk kita beraktifiatas. Nah, sekarang, ayo dibuka buku halaman 14. Kalau 14, itu angkanya 1 dan 4 atau 4 dan 1?” (materi matematika)
5) “nah, sekarang coba tuliskan aktifitas yang kalian lakukan mulai dari bangun pagi hingga pulang sekolah dan nanti kita tampilkan di depan ya?” (materi bahasa Indonesia, tentang menulis dan berbicara).
6) Setelah pembelajaran selesai, guru juga harus meminta siswa untuk berdoa setalah belajar.
7) Kemudian, guru melakukan penilaian dengan rubik penilaian harian mengenai kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan hari ini
Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan tematik
a. Tahap persiapan
1) Guru harus memahami kompetensi yang akan dicapai dan mempunyari rancangan pembelajarannya.
2) Memilih tema sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai.
3) Mempersiapkan bahan/materi pelajaran dan media pembelajaran.
4) Memilih metode pembelajaran yang dapat menciptakan suasana belajar yang memancing siswa untuk aktif
b. Tahap pelaksanaan
1) Kegiatan pembukaan: bertujuan untuk menggali pengalaman peserta didik tentang tema yang akan dibahas.
2) Kegiatan inti: difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa sesuai dengan tema yang akan dibahas.
3) Penutup: dilakukan dengan mengungkap hasil pembelajaran, yaitu dengan cara menanyakan kembali materi yang sudah disampaikan dalam kegiatan inti. Pada tahap penutup guru juga harus pintar-pintar menyimpulkan hasil pembelajaran dengan mengedepankan pesan-pesan moral yang terdapat pada setiap materi pembelajaran.
c. Tahap Penilaian (Evaluasi)
Penilaian (evaluasi) pembelajaran tematik dilakukan pada dua hal, yaitu:
1) Penilaian terhadap proses kegiatan.
2) Penilaian hasil kegiatan. Dengan dilakukan penilaian, guru diharapakan dapat:
a) Mengetahui pencapaian indikator yang telah ditetapkan
b) Memperoleh umpan balik, sehingga dapat mengetahui hambatan yang terjadi dalam pembelajaran maupun efektifitas pembelajaran.
c) Memperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik.
d) Menjadikan acuan dalam menentukan rencana tindak lanjut (remedial, pengayaan, dan pemantapan).
Implikasi Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar
a. Bagi Guru
Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.
b. Bagi siswa
1) Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal.
2) Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.
c. Terhadap sarana prasarana, sumber belajar dan media pembelajaran.
1) Pembelajaran tematik pada hakekatnya menekankan pada siswa baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar.
2) Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang sifatnya didesain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization).
3) Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi untuk membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak.
4) Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini demikian pula cara guru membelajarkannya. Namun masih dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen sebagai bahan pengembangan.
d. Terhadap Pengelolaan kelas
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu melakukan pengaturan ruang agar suasana belajar menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi:
1) Tata ruang disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan.
2) Susunan bangku siswa mudah diubah sesuai dengan keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung.
3) Siswa belajar tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat juga di tikar/karpet
4) Kegiatan bervariasi dapat dilaksanakan baik di dalam maupun di luar kelas.
5) Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya siswa dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar.
6) Alat, sarana dan sumber belajar dikelola untuk memudahkan siswa menggunakan dan menyimpannya kembali.
e. Terhadap pemilihan metode
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik, maka dalam pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, bercakap-cakap. Metode yang dipilih adalah metode yang mampu menstimulasi terjadinya proses mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta/ mengkreasi melalui pendekatan saintifik.
B. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar. Model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun, mengatur materi peserta didik, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya.
Istilah model pembelajaran merupakan suatu kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman be lajar untuk mencapai tujuan belajar dan berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran (Soekamto, 1996: 78). Menurut Joice (1992: 4) model pembeljaaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan dalam perencanaan pembelajrann dalam tutorial dan menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum, dan laian-lain. Joice menyatakan pula bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai berbagai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang digunakan, termasuk di dalamnya (1) tujuan – tujuan pembelajaran, (2) tahap – tahap (sintak) dalam kegiatan pembelajaran, (3) lingkungan pembelajaran, dan (4) pengelolaan kelas (Joice dan Weil, 1992). Hal ini sesuai dengan pendapatan Joice (1992: 4) Bahwa Each model guides us as we design intrustruction to help students achieve various objective. Maksud tersebut adalah setiap model mengarahkan siswa dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Fungsi Model Pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa setiap model yang akan digunakan dalam pembelajaran menentukan perangkat yang dipakai dalam pembelajaran tersebut. Istilah model Pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut antara lain:
1. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil;
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kadir dan Nur, 2009:0).
C. Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan sarana untuk berkomunikasi, dan berinteraksi dengan semua orang. Bahasa Indonesia juga merupakan bahasa nasional negara Indonesia yang merupakan bahasa pemersatu. Sejak tingkat SD, SMP, dan SMA kita sudah belajar bahasa Indonesia dan diajarkan untuk belajar berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Oleh karena itu, sebaiknya kita sudah menguasai bahasa tersebut atau setidaknya kita sudah mempunyai pengetahuan yang memadai tentang bahasa Indonesia. Namun faktanya, tidak semua orang Indonesia memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Sekarang ini banyak sekali orang Indonesia terutama para generasi muda yang menyepelekan bahasa Indonesia. Mereka lebih memilih untuk berbahasa bahasa asing daripada berbahasa bahasa Indonesia. Mereka juga akan lebih bangga bila sudah menguasai bahasa asing yang merupakan bahasa internasional. Karena menurut mereka bahasa asing dapat menghantarkan mereka ke dunia internasional, membantu mereka ketika mereka pergi ke luar negeri, dan tidak malu ketika mereka bertemu dengan orang asing.
Rasa menghargai bahasa asing masih terus ada pada sebagian orang Indonesia. Mereka juga menganggap bahwa bahasa asing itu derajatnya lebih tinggi daripada bahasa Indonesia. Akan tetapi, rasa bangga berbahasa Indonesia belum tertanam kuat pada setiap orang Indonesia. Bahkan mereka yang sebagai masyarakat Indonesia tidak mau tahu tentang semua perkembangan bahasa Indonesia. Kita sebagai generasi muda harus mengembangkan dan melestarikan kembali bahasa Indonesia. Kita harus belajar bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh. Karena, mempelajari bahasa Indonesia dapat memperkaya kata-kata bahasa Indonesia yang kita miliki, dan juga dapat menunjang kesuksesan di masa yang akan datang.
Peristiwa penting yang menyangkut kehidupan bangsa kita, baik yang menyangkut kepentingan masyarakat Indonesai masa kini maupun masa depan adalah peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Peristiwa itu selalu diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda yang sejak tahun 1978 sekaligs dijadikan Hari Pemuda. Dalam peringatan itu dibacakan naskah Sumpah Pemuda 1928 yang merupakan kutipan Putusan Kongres Pemuda-pemuda Indonesia tahun 1928 sebagai berikut :
Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kedua : Kami putra dan putri Indonseia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonsia.
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Sumpah pemuda merupakan pernyataan kebulatan tekad yang dijalin oleh tiga unsur yang saling berkaitan. Unsur pertama dan kedua merupakan pengakuan terhadap tanah air Indosia yang satu, yang didukung oleh satu kesatuan bangsa Indonesia. Unsur yang ketiga merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional dan pada tahun 1945 secara konstitusional, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36 dikukuhkan sebagai bahasa Negara. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
1. lambang kebanggaan nasional,
2. Lambang jati diri (identitas) nasional,
3. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakng sosial budaya dan bahasanya dan
4. Alat perhubungan antar budaya antar daerah.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menekankan analisis pada logika rasional, ilmiah yang sering dikenal dengan logika deduktif induktif. Jadi, penekanannya bukan pada pengujian hipotesis tetapi pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara berfikir rasional, formal dan argumentatif (Rubino Rubiyanto, 2011: 47). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007: 6).
B. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Pa’bangiang Gowa. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2014/2015. Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 3 bulan, mulai dari bulan September 2013 sampai dengan bulan Februari 2014.
C. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang akan dijadikan subjek penelitian adalah siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri Pa’bangiang Gowa.
D. Prosedur Penelitian
Menurut Moleong (2007: 389-390) tahap-tahap penelitian yang akan dilakukan adalah (1) tahap orientasi dan memperoleh gambaran umum, (2) tahap eksplorasi fokus, (3) tahap pengecekan dan pemeriksaan keabsahan data.
E. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini adalah:
1. Informan/narasumber : Kepala Sekolah SD Negeri Pa’bangiang, guru kelas III SD Negeri Pa’bangiang.
2. Dokumen dan arsip (data-data hasil belajar siswa).
3. Catatan lapangan: catatan dari apa yang didengar dari beberapa informan, yang diamati dan dialami di lapangan.
F. Analisis data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang mencakup reduksi data, pemaparan data, dan penyimpulan.
G. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.
H. Instrumen Penelitian
Peneliti terjun ke lapangan, menjadi instrument melakukan observasi, wawancara dan mengikuti data di lapangan.
I. Indikator Pencapaian
Indikator pencapaian merupakan hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa penelitian tersebut berhasil atau tidak. Adapun indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah keefektifan pembelajaran tematik di kelas bawah, bentuk keefektifan pembelajaran tematik di kelas bawah dan cara-cara yang digunakan untuk membuat pembelajaran tematik menjadi pembelajaran yang efektif.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pembelajaran tematik adalah suatu pembelajaran yang menggabungkan beberapa mata pelajaran ke dalam satu tema. Pembelajaran tematik sangat efektif diterapkan di kelas bawah karena
pembelajaran tematik menerapkan model pembelajaran bermain ambil belajar dan tidak memberatkan anak ketika belajar. Dari penelitian yang sudah dilakukan, maka terdapat beberapa hasil penelitian diantaranya:
1. Efektivitas pembelajaran tematik ditunjukkan dengan adanya perubahan yang terjadi pada peserta didik dari segala aspek dan nilai yang diperoleh dari berbagai macam.
2. Keefektifan ditunjukkan dengan adanya peningkatan keaktifan siswa dalam belajar dengan pembelajaran tematik.
3. Bentuk keefektifan pembelajaran tematik berupa suasana pembelajaran yang menyenangkan, siswa dihadapkan pada hal-hal yang konkrit dan lebih fokus belajar karena pelajaran fokus pada satu tema.
4. Bentuk keefektifan dapat dilihat dari perkembangan berpikir siswa ketika mengaitkan pelajaran dengan keadaan yang pernah dialami siswa di lingkungan sekitarnya.
5. Cara-cara yang digunakan untuk membuat pembelajaran tematik lebih efektif adalah dimulai dari guru, dengan lebih memahami lagi tentang pembelajaran tematik dan disarankan supaya guru kelas bawah mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pembelajaran tematik.
6. Pembelajaran tematik agar dapat berjalan efektif dapat dilakukan dengan memberikan jeda pelaksanaan pembelajaran tematik di kelas bawah, yaitu dengan menselingi pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran per mapel (mata pelajaran).
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Dalam teori oleh Depdiknas (2002), efektifitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil, berhasil guna, ada efeknya, pengaruhnya, akibatnya, atau kesannya. Pembelajaran tematik yang dilaksanakan di SD Negeri Pa’Bangiang Gowa berjalan dengan baik dan efektif. Sesuai dengan penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Arif Amirul Mukminin (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran Tematik dalam Meningkatkan Pembelejaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas III SD Negeri Pa’Bangiang Gowa” dari hasil penelitiannya bahwa pembelajaran tematik berjalan efektif dimana ada perbedaan antara perilaku anak hiperaktif sebelum dan sesudah diberi pengajaran dengan metode pembelajaran tematik. Penelitian yang relevan lainnya diungkapkan oleh Neni Surtini (2012), dalam penelitiannya yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran PAUD Berbasis Tematik Sebuah Studi Kasus di PAUD Seatap Margaluyu Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat” dari hasil penelitiannya bahwa penggunaan pola pembelajaran tematik di PAUD Seatap Margaluyu Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan peserta didik terutama secara psikomotorik.
Dapat dilihat dalam teorinya Hidayat (1986) menjelaskan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Efektivitas pembelajaran tematik ditunjukkan dengan adanya perubahan yang terjadi pada peserta didik dari segala aspek dan nilai yang diperoleh dari berbagai macam. Perubahan yang terjadi dilihat dari perkembangan siswa yang terjadi ketika mengikuti proses pembelajaran. Siswa lebih aktif ketika mengikuti pembelajaran yaitu siswa lebih aktif bertanya maupun menjawab. Siswa lebih dapat menerima dan memahami pelajaran yang disampaikan karena pembelajaran tematik fokus pada satu tema sehingga siswa lebih konsentrasi dan fokus. Perubahan juga ditunjukkan dari nilai yang didapat siswa, nilai tersebut diambil tidak hanya dari hasil evaluasi tetapi juga ditunjukkan dari karakter siswa.
Bentuk keefektifan pembelajaran tematik berupa suasana pembelajaran yang menyenangkan, siswa dihadapkan pada hal-hal yang konkrit dan lebih fokus belajar karena pembelajaran fokus pada satu tema. Suasana belajar yang menyenangkan sangat membantu siswa dalam mengatasi kebosanan dalam belajar. Materi pelajaran yang dihadapkan pada hal-hal yang konkrit yang berhubungan dengan materi sangat membantu dalam memberikan pemahaman kepada siswa terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari, karena siswa lebih senang berfikir yang konkrit/nyata.
Cara-cara yang digunakan untuk membuat pembelajaran tematik lebih efektif adalah dimulai dari guru, dengan lebih memahami lagi tentang pembelajaran tematik dan disarankan supaya guru kelas bawah mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pembelajaran tematik. Apabila guru lebih mendalami pembelajaran tematik maka kematangan dalam penerapan pembelajaran tematik akan lebih maksimal. Tetapi, apabila guru tidak berusaha untuk mendalami pembelajaran tematik maka pembelajaran tematik akan berjalan tidak maksimal. Pelatihan tentang pembelajaran tematik penting untuk dilakukan, karena dapat membantu guru sebagai masukan untuk lebih meningkatkan keterampilan dan kreatifitas guru ketika menyampaikan pembelajaran dengan menggunakan tematik, sehingga akan tercapai keefektifan pembelajaran tematik.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Setelah melakukan penelitian tentang “Efektivitas Pembelajaran Tematik Siswa Kelas Bawah Di SD Negeri Pa’Bangiang Gowa, tahun 2013/2014” maka dapat diambil beberapa hal pokok yang merupakan kesimpulan yaitu:
1. Keefektifan pembelajaran tematik di kelas bawah dapat dilihat dari perkembangan siswa yang menjadi lebih aktif, siswa merasa senang dan gembira ketika mengikuti pembelajaran, siswa tidak merasa bosan untuk menerima pelajaran karena suasana bermain sambil belajar, siswa lebih mudah untuk fokus karena pembelajaran tematik fokus pada satu tema, dan penyampaian materi pelajaran dihubungkan dengan hal-hal yang konkrit sehingga memudahkan siswa dalam memahami pelajaran.
2. Bentuk keefektifan pembelajaran tematik di kelas bawah diantaranya proses pembelajaran tematik berjalan menyenangkan dan menggembirakan, siswa langsung dihadapkan pada hal-hal yang konkrit yang berkaitan dengan materi pelajaran. Karena pembelajaran lebih fokus pada satu tema maka pemahaman materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.
3. Cara-cara yang digunakan untuk membuat pembelajaran tematik menjadi pembelajaran yang efektif diantaranya guru harus memahami lebih mendalam tentang pembelajaran tematik, proses pembelajaran setiap hari dapat menselang-seling menggunakan pembelajaran tematik dan pembelajaran mapel (mata pelajaran), dan guru dapat mengikuti pelatihan pembelajaran tematik yang diadakan disekolah maupun diluar sekolah.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan pendekatan tematik dapat dipertimbangkan sebagai model alternatif dalam praktik pembelajaran menulis.
2. Informasi keefektifan pendekatan tematik terbuka kemungkinan bagi para peneliti lain untuk mengkaji lebih lanjut, keefektifan pendekatan tematik baik dengan menggunakan kriteria yang sama dalam penelitian ini maupun kriteria yang berbeda.
3. Untuk penelitian pendekatan tematik lebih lanjut, model pembelajaran sebaiknya dilengkapi audio visual tentang implementasi pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran yang dihasilkan tersebut, jadi tidak hanya dalam bentuk buku ajar dan lembar kerja mahasiswa (LKM). Hal ini diharapkan dapat memberi gambaran lebih jelas pada dosen dalam menerapkan model pembelajaran tersebut di kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Amirul Arif Mukminin, 2006. Efektivitas Pembelajaran Tematik Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Matematika dan Perubahan Perilaku Anak hiperaktif di SDN 1 Pangkalan Kecamatan Karang Rayung Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2005/2006. Skripsi, Surakarta: UNS.
Hesty. 2008. Implementasi model pembelajaran tematik untuk meningkatkan kemampuan dasar siswa sekolah dasar. Penelitian, pangkalpinang: lembaga penjaminan mutu pendidikan propinsi kepulauan Bangka Belitung.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: Rosdakarya. Neni Surtini, 2012. Studi Efektivitas Pembelajaran PAUD Berbasis Tematik Sebuah Studi Kasus di PAUD Seatap Margaluyu Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat. Skripsi, Bandung: STKIP Siliwangi.
Rubiyanto, Rubino. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah Press University.
Trianto. 2009. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: Prestasi Pustaka
LAMPIRAN
Jadwal Penelitian
Jadwal kegiatan penelitian ini disusun dalam bentuk bar chart sebagaimana pada tabel berikut, yang menggambarkan tahapan kegiatan penelitian.
Maret s/d Desember 2016
No. |
Kegiatan & Ruang Lingkup Penelitian |
Mar |
Apr |
Mei |
Juni |
Juli |
Agust |
Sept |
Okt |
Nov |
Des |
||||||||||
1. |
Kontrak Penelitian |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. |
Seminar usulan & desain metode pen. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3. |
Kajian pustaka instrument & ujicoba |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4. |
Penetapan populasi&sampel |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5. |
Monev internal |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6. |
Pengumpulan data |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7. |
Analisis data penel, |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8. |
Penulisan lap.akhir |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9. |
Sem.hasil penel. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Comments