Skip to main content

KRITIK PENGHAKIMAN DAN IMPRESIONISTIK DALAM NOVER MEMORI IN SORONG

 

KRITIK PENGHAKIMAN DAN IMPRESIONISTIK

DALAM NOVER MEMORI IN SORONG

 

A.    SINOPSIS NOVEL

 

Menceritakan tentang seorang gadis bernama Ajeng yang memiliki 3 orang kakak yang saling berbeda sifat satu sama lain, yang pergi ke Sorong untuk urusan pekerjaanya menjadi reporter dan penyiar salah satu televise swasta yang bernama SENADA, sekaligus untuk mencari tahu tentang sosok perempuan yang sempat mendampingi ayahnya saat bertugas di Sorong selama dua tahun pada dua puluh Sembilan tahun yang lalu.

            Awal keberangkatannya ke Sorong, ia berkeinginan untuk segera bertemu dan bertanya kepada anneke, sosok orang yang sempat mendampingi ayahnya yang merupakan seorang tentara yang sangat mencintai keluarganya. Selama di sorong ajeng tinggal di rumah sepupunya yang menjadi direktur di salah satu bank milik pemerintah di kota Sorong. Dua hari semenjak ajeng datang ke Sorong, ia di sambut dengan banyak sekali keributan yang terjadi, sehingga ini menjadi sebuah keberuntungan baginya karena mendapat banyak sekali berita untuk pekerjaanya sebagai seorang reporter.

            Ketika kondisi sedikit membaik dan tidak terjadi keributan lagi, maka ia memulai pekerjaanya untuk mencari orang yang mendampingi ayahnya pada dua puluh Sembilan tahun yang lalu. Pencariannya tak begitu sulit karena tugasnya sebagai seorang reporter memudahkan ia untuk mencari informasi. Tapi pencariannya belum membuahkan hasil, karena orang yang ia cari telah pindah ke tempat lain. Masalah dalam dirinya pun bertambah satu, karena muncul perasaan yang tak seharusnya ada antara ia dan sepupunya David yaitu perasaan cinta dan suka. Ajeng sadar bahwa ia dan David tak boleh saling mencintai karena mereka adalah saudara, dan David pun sudah mempunyai istri yang sangat mencintainya.

            Tiga hari sebelum kepulangannya, ajeng memperoleh informasi tentang anneke dari seorang kakek yang ternyata adalah ayah anneke. Ajeng langsung bergegas ke tempat tinggal anneke. Sesamapinya di rumah anneke, ajeng mulai berpikir, pertanyaan apa yang akan ia lontarkan pada orang yang membuat luka, hati ibunya. Namun belum ia bertanya, anneke langsung memberikan sebuah buku diary padanya. Pertanyaan pun kembali muncul pada dirinya. Sesampainya ia di rumah sepupunya, ia langsung membaca buku pemberian anneke, pertanyaannya pun terjawab sudah. Buku itu adalah milik sang ayah. Gejolak dalam hatinya pun kian mereda, karena ternyata selama ini ia telah salah menilai sang ayah, karena ternyata ayahnya tak sepenuhnya bersalah. Ayahya sangat mencintai ibu dan keluarganya.

Dalam perjalanan pulang, hatinya mulai tenang dan tak banyak pertanyaan yang kembali muncul dalam pikirannya, hanya tinggal satu masalah yang ia pendam, yakni masalah cintanya dengan David yang harus ia lupakan seiring dengan berlalunya waktu dan jarak yang cukup jauh. Ketika ia bercakap cakap di dalam pesawat dengan seorang perempuan, alangkah terkejutnya ia, karena ia sedang berbincang dengan Lisa, anak ayahnya dari Anneke. Ia takut jika nanti Lisa akan merusak keharmonisan keluarganya. Benar saja, sesampainya di Jakarta, Lisa mulai menerornya. Tapi itu tak brtlangsung lama, karena Lisa tertangkap oleh badan kepolisian di tempat kontrakannya. Ia adalah anggota teroris yang menjadi buruan para polisi dan dalang di balik sejumlah kerusuhan yang terjadi di Sorong. Dengan demikian, keluarga ajeng pun kembali dapat hidup dengan harmonis tanpa bayang – bayang Anneke dan Lisa.

 

B.    KRITIK PENGHAKIMAN

Setelah membaca novel  Memory in Sorong, novel tersebut adalah karya sastra yang sangat sederhana, hanya menceritakan kehidupan penulis yaitu Ajeng (Pudji Isdriani K) anak seorang tentara dan  merupakan putro priyayi. Penulisan dalam novel tersebut juga sangat identik dengan kalimat-kalimat jurnalistik disebabkan karena Ajeng adalah seorang reporter TV Senada Jakarta.

Plot yang ada dalam cerita tidak begitu seru dan menghebohkan dikarenakan alur cerita terkadang meju mundur. Hanya bagian awal cerita, pembaca akan bertanya-tanya apakah yang akan terjadi di Sorong nantinya, setelah membaca sampai seperdua buku maka pertanyaan  itu sudah ada jawabannya. Dalam novel tersebut juga hanya membahas cinta dan keindahan alam di Kota Sorong, selebihnya hanyalah peristiwa biasa yang hampir kita temui dalam lingkungan sekitar kita.

 

Penulis juga kurang jeli terhadap hasil tulisannya karena terdapat beberapa kesalahan dalam penulisan sehingga pembaca akan langsung menilai kekuragan novel tersebut. Jumlah halaman hanya 182 lembar yang mengisahkan Ajeng dari yang umur sekitar 4 tahunan sampai umur 31 tahun, seperti yang ditulis di atas, novel tersebut tidak memiliki klimaks bacaan yang sesungguhnya, sehingga pembaca hanya akan merasa bahwa novel tersebut hanyalah kisah balada seseorang dari jawa yang dengan bangganya ingin diketahui oleh khalayak ramai.

Gaya penceritaan sangat kurang menarik, alur yang maju mundur membuat bosan pembacanya karena terkadang cerita yang sama akan kembali diceritakan pada halaman berikutnya: Ajeng tidak pernah memikirkan tentang perkawinan, tentang kecantikannya yang sudah tersebar luas, tentang dirinya yang berprofesi reporter televisi.

Inti cerita dikaitkan dengan judul hanya satu bab saja, selebihnya hanya menceritakan kehidupan di Jawa dengan persoalan yang dibawa dari Sorong. Novel ini pun gagal membawa pembaca larut dalam suasana Sorong yang sebenarnya, hal itu disebabkan tidak menceritakan secara detail tentang alam yang ada disana, situasi konflik antara suku asli dan pendatang yang menyebabkan kekacauan di Sorong. Ditambah akhir cerita yang seakan-akan mirip dengan penyelesaian film-film india di televisi yaitu penjahat ditangkap polisi dan pemeran utama selamat.

Penceritaan tokoh yang banyak menggunakan kata aku memperjelas bahwa Ajeng adalah nama samaran dari penulis tersebut. Meskipun dia berusaha menyembunyikan identitas penulis, tetapi dalam novel tersebut lembar demi lembar menceritakan kehidupan asli penulis.

 

KAJIAN ANALITIK STRUKTURA  NOVEL MEMORY IN SORONG KARYA PUDJI ISDRIANI K

 

1.     Tokoh dan Penokohan dalam Novel Memory in Sorong

Tokoh yang ada dalam novel adalah: Ajeng, Ibu Ajeng, Ayah Ajeng (Kapten Himawan Suseno), David, Anneke,  Lisa, tokoh sentral yang ada dalam novel adalah Ajeng. Dalam setiap halaman Ajeng adalah pelaku dari semua kegiatan dalam ceritra. Tokoh  yang terlibat dalam novel merupakan pelengkap dari balada Ajeng.

Pelukisan watak tokoh:

a.      Ajeng

Ajeng merupakan wanita karir yang mengutamakan pekerjaan dibandingkan dengan berkeluarga, sehingga umur 31 tahun ajeng tidak pernah memikirkan tentang pernikahan. Terbukti penuturan Ajeng berikut ini:

Penuturan pertama:

“Kamu tidak adil Ajeng, saya hanya ingin dekat denganmu, tetapi tanpa alasan yang tepat kamu menolak!”

“pokoknya saya tidak mau dekat kamu, titik!”

“Apa alasannya?”

“Kamu tidak perlu tahu. Itu adalah rahasiaku.”

Penuturan kedua:

“Susah ngomong sama reporter, ngak bakal menang. terserah ah, yang penting kamu jangan sampai tidak menikah hanya karena mengejar karier. Bagaimanapun juga kodrat kita sebagai perempuan itu melahirkan dan punya keturunan. Jangan lupa itu , Jeng.”

“Ya Mbak terima kasih atas nasehatnya. Jangan khawatir, Ajeng pasti menikah. Tinggal tunggu waktu aja.”

Dengan penuturan diatas sudah dapat diketahui bahwa Ajeng adalah sosok perempuan pekerja keras.

 

 

b.     Ibu Ajeng

Ibu Ajeng tokoh bawahan dari cerita Ajeng yang membuat ceritra lebih menarik. Tokoh Ibu Ajeng memiliki watak pemaaf terbukti dengan penuturan dibawah ini:

“Saat kamu masih kecil, ibu memang merasa hancur dan menderita. Namun setelah ayahmu bercerita dengan jujur, ibu memaafkannya.”

c.      Ayah Ajeng (Kapten Himawan Suseno)

Watak tokoh ini adalah sangat mencintai keluarganya dapat dilihat dari semua isi diary menuliskan tentang kerinduannya terhadap anak dan istrinya.

d.     David

David adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab sebagai kepala bank  terbukti ketika kerusushan di Sorong dia tetap bertahan di kantor.

e.      Anneke

Anneke sosok perempuan yang setia, meskipun ia hanya nikah sirih dengan ayah Ajeng di tetap tidak akan menikah lagi meskipun kebutuhan seksualnya hanya sekali dalam 20 tahunan.

 

2.     Latar Novel Memory In Sorong

Latar tempat adalah di Sorong  jalan  Arfak Atas dan di Jakarta di daerah pasar minggu. Sementara latar waktunya adalah masa lalu dan sekarang (sesuai dengan judul Memory in Sorong)

 

3.     Tema  Novel Memory In Sorong

Dapat terlihat jelas dari alur cerita novel tersebut  Ajeng ingin memperjelas ketidak harmonisan keluarga yang yang dicintainya.

 

C.    KRITIK IMPRESIONISTIK

Novel Memory in Sorong mengisahkan seorang gadis (Ajeng) mengemban misi “penyelamatan keluarga” setelah tahu bahwa ibunya (Retno) ditinggal kawin lagi oleh ayahnya (Himawan). Sambil menjalankan tugas sebagi jurnalistelevisi, Ajeng terbang ke Sorog untuk mencari Anneke—selingkuhan sang ayah.

            Penyajian alur cerita terasa sangat biasa sehinnga membaca novel ini tidak memberikan sesuatu yang mendorong keingintahuan tentang peristiwa-peristiwa berikutnya. Dengan kata lain, pembaca seakan menebak kisah-kisah yang akan dilakukan si tokoh sebagai lazimnya “perselingkuhan”.

 

Comments

Popular posts from this blog

KRITIK PENGHAKIMAN Karya Sastra JUDICIAL CRITICISM

Kritik penghakiman (judicial criticism) ialah kritik sastra yang berusaha menganalisis karya sastra dan menerangkan efek-efek sastra berdasarkan pokoknya, organisasinya, tekniknya, dan gayanya, serta mendasarkan pertimbangan individual kritikus atas dasar standar-standar umum tentang kehebatan atau keluar-biasaan karya sastra. Contoh kritik penghakiman dapat dilihat pada uraian berikut ini. Membaca baris permulaan roman singkat Hamidah barangkali orang akan menyangka, inilah satu di antara pengarang sebelum perang yang menulis dengan teknik lain. Tetapi ternyata setelah kita lanjutkan membaca beberapa kalimat, teknik penulisannya seperti pada umumnya karya-karya masa itu: merupakan garis lurus dari awal sampai akhir. Hanya pengarang menggunakan kalimat-kalimat yang boleh menjadi kalimat akhir cerita sebagai pembuka cerita. Plot lurus seperti ini, tanpak kecakapan pengarang akan mengundang kelemahan-kelemahan, di antaranya faktor rasa ingin tahu pembaca kurang terpusa

ANALISIS PUISI “GAJAH DAN SEMUT” KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI

  BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Sastra adalah kegiatan kreatif manusia yang dijelmakan dalam medium bahasa. Membicarakan puisi berarti membicarakan kebahasaan puisi. Puisi sebagai salah satu karya sastra dapat dianalisis dari bermacam-macam aspeknya. Puisi adalah bagian dari karya sastra. Membicarakan puisi berarti membicarakan bahasa dalam puisi. Puisi merupakan karya estetis yang memanfaatkan sarana bahasa yang khas Suminto (dalam Diah Eka, 2016: 01). Setiap pengarang menulis puisi berdasarkan ekspresi perasaannya sehingga bahasa yang digunakan bisa dimaknai berbeda. Setiap puisi yang dibuat oleh penyairtentu memiliki makna dan arti di dalamnya yang tidak diketahui secara implisit. Puisi adalah bentuk kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dengan menggunakan bahasa pilihan. Puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan dan merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama.  Apresiasi puisi tidak