Skip to main content

manfaat BIDARA, BERKHASIAT DAN PENANGKAL GANGGUAN SIHIR


Telah banyak artikel yang menulis tentang tanaman satu ini baik di media cetak maupun elektronik, namun bisa jadi belum banyak orang yang tertarik untuk mengenal lebih jauh tanaman yang luar biasa ini. Nah, tulisan ini akan membuat pembaca menjadi sangat penasaran dan tertarik untuk lebih mengenal dan memanfaatkan tanaman ini. Bidara, atau dalam bahasa arab dikenal dengan sidr ini merupakan tanaman yang berasal dari Arab, sejenis pohon kecil yang selalu hijau, penghasil buah yang tumbuh di daerah tropis serta Asia Barat dan dapat tumbuh di lembah-lembah sampai ketinggian 500 m dpl.

Terdapat beberapa jenis bidara yang banyak dikenal masyarakat yaitu Bidara Upas, Bidara Laut, Bidara Cina, Putsa/Apel India dan Bidara Arab/Sidr. Namun, kebanyakan orang bertanya, manakah yang memiliki khasiat sekaligus daunnya dapat digunakan untuk melaksanakan sunnah Nabi Muhammad shollallahu alaihi wassalam?

Guna mengetahui daun sidr yang dimaksud, mari lebih dahulu kita baca taksonomi masing-masing tanaman di bawah ini:

Berdasarkan data di atas maka jelas terlihat mana yang termasuk spesies daun bidara, yaitu Bidara Laut (Ziziphus mauritiana), Bidara Cina (Ziziphus zizyphus) dan Bidara Arab (Ziziphus spina-christi). Bidara yang digunakan untuk menangkal gangguan sihir/jin dalam prosesi rukyah dan keperluan lain sebagaimana sunnah nabi adalah Bidara Arab (Ziziphus spina-christi, karena Beliau (Nabi Muhammad SAW) menggunakan bidara ini di daerah Mekah dan Madinah.

Khasiat Daun Bidara secara ilmiah sudah terbukti banyak mengandung manfaat. Salah satu Manfaat daun bidara adalah untuk obat jerawat, membersihkan kulit dari kotoran, dan menjaga kulit dari kerusakan. Bahkan rendaman daun bidara dapat melidungi kulit dari kerusakan yang diakibatkan oleh sinar UV matahari. Menurut Anthony C. Dweck (Consultants on Natural Products to the Cosmetic, Toiletry and Pharmaceutical industry), komposisi kimia dari minyak daun bidara (Zizyphus spina-christi) yang diperoleh dengan menggunakan metode destilasi memiliki komponen utama: geranyl aseton (14,0%), metil hexadecanoate (10,0%), metil octadecanoate (9,9%), farnesyl aseton C (9,9%), hexadecanol (9,7%) dan etil octadecanoate (8,0%). Secara lengkap, kandungan tanaman bidara dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 
Buah bidara dari kultivar unggul dapat dimakan dalam keadaan segar, atau diperas menjadi minuman penyegar atau dibuat manisan. Di Asia Tenggara, buah yang belum matang dimakan dengan garam bahkan buahnya juga dapat direbus dan menghasilkan sirup.

Di Indonesia, daun mudanya diolah sebagai sayuran; daun-daunnya dapat pula dijadikan pakan dan dijadikan kapsul untuk membantu dalam proses rukyah (penangkal gangguan jin/sihir). Di Jawa, kulit kayunya bisa digunakan untuk menyembuhkan gangguan pencernaan, sedangkan di Malaysia bubur kulit kayunya dapat dimanfaatkan untuk obat sakit perut.

Secara khusus yang membedakan daun bidara jenis ini dengan bidara yang lain adalah dapat digunakan sebagai penangkal gangguan sihir, jin atau sejenisnya. Secara khusus Allah subhanallahu wa ta’ala juga menyebutkan tanaman ini dalam beberapa surat di dalam Al-Qur’an yaitu Surat Saba’:16, Surat Al – Waqi’ah: 28, Surat An-Najm:13-16. Hal tersebut adalah bukti bahwa tanaman ini sangatlah istimewa bagi Sang Pencipta alam semesta karena memiliki kekhasan yang tidak dimiliki tanaman lain di muka bumi ini dan bermanfaat bagi kehidupan di dunia dan akherat.  

Beberapa manfaat daun bidara/sidr antara lain untuk:
1. Memandikan jenazah
Daun bidara ini digunakan untuk memandikan jenazah dan menghilangkan najis pada tubuh mayat, disunnahkan memandikan dengan air yang dicampur dengan daun bidara.
Hadist yang meriwayatkan tentang hal ini yaitu dari Ummu ‘Athiyyah Rodhiyallohu ‘Anha berkata, “Nabi Shollallohu Alaihi Wa sallam pernah menemui kami sedangkan kami kala itu tengah memandikan puterinya (Zainab), lalu Beliau bersabda: ‘Mandikanlah dia tiga, lima, (atau tujuh) kali, atau lebih dari itu. Jika kalian memandang perlu, maka pergunakan air dan daun bidara. (Ummu ‘Athiyyah berkata, ‘Dengan ganjil?’ Beliau bersabda, ‘Ya.’) dan buatlah di akhir mandinya itu tumbuhan kafur atau sedikit darinya.”(H.R. al Bukhori 3/99-104, Muslim 3/47-48, Abu Dawud 2/60-61, an Nasa-i 1/266-267, at Tirmidzi 2/130-131, Ibnu Majah 1/445, Ibnul Jarud 258-259, Ahmad 5/84-85, 4076-4078, Syaikh al Albani – Hukum dan Tata Cara Mengurus Jenazah hal 130-131).

Selanjutnya, Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang orang yang jatuh dari ontanya dan meninggal, Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :

“Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara dan kafanilah dengan dua baju”. (HR. Bukhary-Muslim).

2. Mandi wanita haid
Daun bidara ini juga disunnahkan untuk digunakan mandi junub bagi wanita haid yang hendak bersuci.
Hadits ‘Aisyah bahwasanya Asma` bintu Syakal bertanya kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tentang mandi Haid, maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menjawab :
 “Hend

Comments

Popular posts from this blog

KRITIK PENGHAKIMAN DAN IMPRESIONISTIK DALAM NOVER MEMORI IN SORONG

  KRITIK PENGHAKIMAN DAN IMPRESIONISTIK DALAM NOVER MEMORI IN SORONG   A.     SINOPSIS NOVEL   Menceritakan tentang seorang gadis bernama Ajeng yang memiliki 3 orang kakak yang saling berbeda sifat satu sama lain, yang pergi ke Sorong untuk urusan pekerjaanya menjadi reporter dan penyiar salah satu televise swasta yang bernama SENADA, sekaligus untuk mencari tahu tentang sosok perempuan yang sempat mendampingi ayahnya saat bertugas di Sorong selama dua tahun pada dua puluh Sembilan tahun yang lalu.             Awal keberangkatannya ke Sorong, ia berkeinginan untuk segera bertemu dan bertanya kepada anneke, sosok orang yang sempat mendampingi ayahnya yang merupakan seorang tentara yang sangat mencintai keluarganya. Selama di sorong ajeng tinggal di rumah sepupunya yang menjadi direktur di salah satu bank milik pemerintah di kota Sorong. Dua hari semenjak ajeng datang ke Sorong, ia di sambut dengan banyak sekali keributan yang terjadi, sehingga ini menjadi sebuah keberuntunga

KRITIK PENGHAKIMAN Karya Sastra JUDICIAL CRITICISM

Kritik penghakiman (judicial criticism) ialah kritik sastra yang berusaha menganalisis karya sastra dan menerangkan efek-efek sastra berdasarkan pokoknya, organisasinya, tekniknya, dan gayanya, serta mendasarkan pertimbangan individual kritikus atas dasar standar-standar umum tentang kehebatan atau keluar-biasaan karya sastra. Contoh kritik penghakiman dapat dilihat pada uraian berikut ini. Membaca baris permulaan roman singkat Hamidah barangkali orang akan menyangka, inilah satu di antara pengarang sebelum perang yang menulis dengan teknik lain. Tetapi ternyata setelah kita lanjutkan membaca beberapa kalimat, teknik penulisannya seperti pada umumnya karya-karya masa itu: merupakan garis lurus dari awal sampai akhir. Hanya pengarang menggunakan kalimat-kalimat yang boleh menjadi kalimat akhir cerita sebagai pembuka cerita. Plot lurus seperti ini, tanpak kecakapan pengarang akan mengundang kelemahan-kelemahan, di antaranya faktor rasa ingin tahu pembaca kurang terpusa

ANALISIS PUISI “GAJAH DAN SEMUT” KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI

  BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Sastra adalah kegiatan kreatif manusia yang dijelmakan dalam medium bahasa. Membicarakan puisi berarti membicarakan kebahasaan puisi. Puisi sebagai salah satu karya sastra dapat dianalisis dari bermacam-macam aspeknya. Puisi adalah bagian dari karya sastra. Membicarakan puisi berarti membicarakan bahasa dalam puisi. Puisi merupakan karya estetis yang memanfaatkan sarana bahasa yang khas Suminto (dalam Diah Eka, 2016: 01). Setiap pengarang menulis puisi berdasarkan ekspresi perasaannya sehingga bahasa yang digunakan bisa dimaknai berbeda. Setiap puisi yang dibuat oleh penyairtentu memiliki makna dan arti di dalamnya yang tidak diketahui secara implisit. Puisi adalah bentuk kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dengan menggunakan bahasa pilihan. Puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan dan merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama.  Apresiasi puisi tidak