Skip to main content

RAGAM BAHASA

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1                 Latar Belakang

Bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu dari bangsa Indonesia yang sudah dipakai oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia, namun tidak semua orang menggunakan tata cara atau aturan-aturan yang benar, salah satunya pada penggunaan bahasa Indonesia itu sendiri yang tidak sesuai dengan Ejaan maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh karena itu pengetahuan tentang ragam bahasa cukup penting untuk mempelajari bahasa Indonesia secara menyeluruh yang akhirnya bisa diterapkan dan dapat digunakan dengan baik dan benar sehingga identitas kita sebagai bangsa Indonesia tidak akan hilang.

Bahasa Indonesia wajib dipelajari oleh semua lapisan masyrakat. Tidak hanya pelajar dan mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia wajib mempelajari bahasa Indonesia. Dalam bahasan bahasa Indonesia dimana ragam bahasa yaitu variasi bahasa Indonesia yang digunakannya berbeda-beda. Ada ragam bahasa lisan dan ada ragam bahasa tulisan. Disini yang lebih lebih ditekankan adalah ragam bahasa lisan , karena lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan ngobrol, puisi, pidato,ceramah,dll.

1.2                 Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

  1. Apakah yang dimaksud dengan ragam bahasa?
  2. Apa saja macam-macam ragam bahasa?
  3. Bagaimana cara menggunakan ragam bahasa yang baik dan benar?

1.3                 Tujuan

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang ragam bahasa Indonesia dan macam-macam ragam bahasa Indonesia ditinjau dari berbagai aspek. Dan memenuhi tugas bahasa Indonesia.

1.4    Manfaat

Manfaat dibuatnya makalah ini adalah :

  1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan ragam bahasa.
  2. Mengetahui adanya berbagai ragam bahasa Indonesia yang sering digunakan.
  3. Penggunaan ragam bahasa.
  4. Contoh-contoh ragam bahasa.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1                 Pentingnya Bahasa

Manusia merupakan makhluk sosial. Makhluk yang tidak dapat hidup sendiri atau individu. Manusia sangat membutuhkan manusia lain dalam menjalankan aktivitas. Salah satu contoh penggunaan bahasa yaitu komunikasi dengan orang lain.

Kamus Besar Bahasa Indonesia secara terminology mengartikan bahasa sebagai  sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengindentifikasikan diri. Gorys Keraf (1994:1) memberikan pengertian bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa juga mencakup dua bidang, yaitu bunyi vokal dan arti atau makna. Bahasa sebagai bunyi vokal berarti sesuatu yang dihasilkan oleh alat ucap manusia berupa bunyi yang merupakan getaran yang merangsang alat pendengar. Sedangkan bahasa sebagai arti atau makna berarti isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan orang lain.

Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat Indonesia. Bahasa juga menunjukkan perbedaan antara satu penutur dengan penutur lainnya, tetapi masing-masing tetap mengikat kelompok penuturnya dalam satu kesatuan sehingga mampu menyesuaikan dengan adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat. Selain itu, fungsi bahasa juga melambangkan pikiran atau gagasan tertentu, dan juga melambangkan perasaan, kemauan bahkan dapat melambangkan tingkah laku seseorang.

Tanpa adanya bahasa didalam kehidupan bermasyarakat, maka kita akan sulit untuk menyampaikan maksud dalam melakukan suatu tindakan. Baik itu secara langsung melalui ucapan yang keluar dari ucapan kita, ataupun tulisan yang kita tulis untuk disampaikan.

Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.

2.2                 Pengertian Ragam Bahasa

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.

Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.

Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam bahasa terdiri dari:

(1)   Ragam bahasa lisan

(2)   Ragam bahasa tulis

Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita menggunakan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita menggunakan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula kesamaannya. Meskipun ada kedekatan aspek tata bahasa dan kosa kata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang lain.

2.3                 Sebab Terjadinya Ragam Bahasa

Ragam bahasa timbul seiring dengan perubahan masyarakat. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannnya. Agar banyaknya variasi tidak mengurangi fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul mekanisme untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu yang disebut ragam standar.

2.4                 Macam-Macam Ragam Bahasa

Ragam bahasa memiliki jumlah yang sangat banyak karena penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi tidak terlepas dari latar budaya penuturnya yang berbeda-beda. Selain itu, pemakaian bahasa juga bergantung pada pokok persoalan yang dibicarakan serta keperluan pemakainya.

Ragam bahasa di bagi berdasarkan beberapa cara yang pertama berkomunikasi yaitu: (1) Ragam Lisan, dan (2) ragam tulisan, kedua berdasarkan cara pandang penutur yaitu: (1) Ragam Dialek, (2) ragam terpelajar, (3) ragam resmi, dan (4) ragam tak resmi, berdasarkan pesan komunikasi yaitu (1) ragam politik, (2) ragam hukum, (3) ragam pendidikan, (4) ragam sastra, dan sebagainya.

2.4.1 Ragam Bahasa Menurut Cara Berkomunikasi

  1. Ragam Lisan

Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur  di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.

Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam

bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis.  Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.

Ciri-ciri ragam lisan:

  1. Memerlukan orang kedua/teman bicara;
  2. Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;
  3. Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
  4. Berlangsung cepat;
  5. Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
  6. Kesalahan dapat langsung dikoreksi;
  7. Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
  8. Di pengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.

Contoh ragam lisan

Penggunaan Bentuk Kata

–  Nia sedang baca surat kabar.

–  Ari mau nulis surat.

–  Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.

–  Mereka tinggal di Medan.

–  Jalan layang itu untuk mengatasi kamacetan lalu lintas

Penggunaan Kosa Kata

–  Alzeta bilang kalau kita harus belajar.

–  Kita harus bikin karya tulis.

–  Saya sudah kasih tahu mereka tentang hal itu.

Penggunaan Struktur Kalimat

–  Rencana ini sudah saya sampaikan kepada Direktur.

–  Dalam “Asah Terampil” ini dihadiri juga oleh Gubernur Jakarta

  1. Ragam Tulis

Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang

diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan media tulis seperti kertas dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan dan kosakata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata atau pun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca daam mengungkapkan ide. Ragam tulis yang standar kita temui dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis non standar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.

Ciri-ciri ragam tulis :

  1. Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara.
  2. Bersifat objektif.
  3. Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu.
  4. Mengemban konsep makna yang jelas.
  5. Harus memperhatikan unsur gramatikal.
  6. 6.     Berlangsung lambat.
  7. Jelas struktur bahasanya, susunan kalimatnya juga jeas, dan runtut.
  8. 8.     Selalu memakai alat bantu;
  9. 9.     Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;
  10. 10.     Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda baca.

Ketentuan-ketentuan ragam tulis :

  1. Memakai ejaan resmi.
  2. Menghindari unsur kedaerahan.
  3. Memakai fungsi gramatikal secara eksplisit.
  1. Memakai bentuk sintesis.
  2. Pemakaian partikel secara konsisten.
  3. Menghindari unsur leksikal yang terpengaruh bahasa daerah

Kelebihan ragam bahasa tulis :

  1. Informasi yang disajikan bisa pilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang menarik dan menyenangkan.
  2. Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
  3. Sebagai sarana memperkaya kosakata.
  4. Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.

Kelemahan ragam bahasa tulis :

  1. Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan tidak ada akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
  2. Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cendrung miskin daya pikat dan nilai jual.
  3. Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong,  oleh karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.

Contoh ragam tulis adalah ’Saya sudah membaca buku itu.’

Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata):

Tata Bahasa

(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)

  1. Ragam bahasa lisan:

–          Nia sedang baca surat kabar

–          Ari mau nulis surat

  1. Ragam bahasa tulis:

–          Nia sedang membaca surat kabar.

–          Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.

–          Mereka bertempat tinggal di Menteng

–          Akan saya tanyakan soal itu.

Kosa kata

Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata:

  1. Ragam Lisan

–          Ariani bilang kalau kita harus belajar

–          Kita harus bikin karya tulis

–          Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak

  1. Ragam Tulis

–          Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar

–          Kita harus membuat karya tulis.

–          Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.

Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar, semi standar dan nonstandar. Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modem (Alwi, 1998: 14).

Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan:

  1. Topik yang sedang dibahas,
  2. Hubungan antarpembicara,
  3. Medium yang digunakan,
  4. Lingkungan, atau
  5. Situasi saat pembicaraan terjadi

Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandard adalah sebagai berikut:

  • Penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
  • Penggunaan kata tertentu,
  • Penggunaan imbuhan,
  • Penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
  • Penggunaan fungsi yang lengkap.

Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.

Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.

Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab “Tau.” untuk menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pëmbedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Misalnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis. Beberapa penyusun buku seperti E.Zaenal Arifin dan S.Amran Tasai (1999:18-19) mengatakan bahwa pada dasarnya, ragam tulis dan ragam lisan terdiri pula atas ragam baku dan ragam tidak baku.

Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya atau ragam bahasa yang dipakai jika kawan bicara adalah orang yang dihormati oleh pembicara, atau jika topik pembicaraan bersifat resmi (mis. Surat-menyurat dinas, perundang-undangan, karangan teknis), atau jika pembicara dilakukan didepan umum. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.

Ragam baku itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  1. a) Kemantapan dinamis

Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa, kalau katarasa dibubuhi awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Kataraba dibubuhi pe-, akan terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe-, akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima.

Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya disebutlangganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.

  1. b) Cendekia

Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak melalui jalur pendidikan formal (sekolah).

Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada dalam otak pembicara atau penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat memberikan gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca.

  1. c) Seragam

Ragam baku bersifat seragam, pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik

keseragaman. Pelayan kapal terbang dianjurkan untuk memakai istilah pramugara danpramugari. Andaikata ada orang yang mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang disebut steward atau stewardes dan penyerapan itu seragam, kata itu menjadi ragam baku.

Akan tetapi, kata steward dan stewardes sampai dengan saat ini tidak disepekati untuk dipakai. Yang timbul dalam masyarakat ialahpramugara atau pramugari.

Dalam berbahasa Indonesia, kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam tulis, ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh sebab itu muncul ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu dilakukan dengan menerbitkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa yang Disempurnakan.

Dalam masalah ragam baku lisan, ukuran dan nilai ragam baku lisan ini bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan. Seseorang dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.

2.4.2      Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan cara pandang penutur

Berdasarkan cara pandang penutur, ragam bahasa dibagi menjadi empat, yaitu: Ragam Dialek, Ragam Terpelajar, Ragam Resmi, dan Ragam Takresmi.

  1. Ragam Dialek

Ragam daerah/dialek adalah variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok banhasawan ditempat tertentu(lihat Kridalaksana, 1993:42). Dalam istilah lama disebut dengan logat.logat yang paling menonjol yang mudah diamati ialah lafal (lihat Sugono, 1999:11). Logat bahasa Indonesia orang Jawa tampak dalam pelafalan /b/pada posisi awal nama-nama kota, seperti mBandung, mBayuwangi,atau realisai pelafalan kata seperti pendidi’an, tabra’an, kenai’an, gera’an. Logat daerah paling kentara karena tata bunyinya. Logat indonesia yang dilafalkan oleh seorang Tapanuli dapat dikenali, misalnya, karena tekanan kata yang amat jelas; logat indonesia orang bali dan jawa, karena pelaksanaan bunyi /t/ dan /d/-nya. Ciri-ciri khas yang

meliputi tekanan, turun naiknya nada, dan panjang pendeknya bunyi bahasa membangun aksen yang berbeda-beda.

  1. Ragam Terpelajar

Tingkat pendidikan penutur bahasa indonesia juga mewarnai penggunaan bahasa indonesia. Bahasa indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur berpendidikan tampak jelas perbedeaannya dengan yang digunakan oleh kelompok penutur yang tidak berpendidikan. Terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, seperti contoh dalam tabel berikut.

Tidak Terpelajar

Terpelajar

Pidio

Video

Pilem

Film

Komplek

Kompleks

Pajar

Fajar

Pitamin

Vitamin

  1. Ragam Resmi dan Tak Resmi

Kedua ragam bahasa tersebut akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

  1. Ragam resmi

Ragam resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, seperti pertemuan-pertemuan, peraturan-peraturan, dan undangan-undangan.

Ciri-ciri ragam bahasa resmi :

  1. Menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten;
  2. Menggunakan imbuhan secara lengkap;
  3. Menggunakan kata ganti resmi;
  4. Menggunakan kata baku;
  5. Menggunakan EYD;
  6. Menghindari unsur kedaerahan.
  1. Ragam tak resmi

Ragam takresmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi takresmi, seperti dalam pergaulan, dan percakapan pribadi, seperti dalam pergaulan, dan percakapan pribadi (lihat Keraf,1991:6). Ciri- ciri ragam bahasa tidak resmi kebalikan dari ragam bahasa resmi. Ragam

bahasa bahasa tidak resmi ini digunakan ketika kita berada dalam situasi yang tidak normal.

Ragam bahasa resmi atau takresmi ditentukan oleh tingkat keformalan bahasa yang digunakan. Semakin tinggi tingkat kebakuan suatu bahasa, derarti semakin resmi bahas yang digunakan. Sebaliknya semakin rendah pula tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan- (lihat Sugono, 1998:12-13). Contoh: Bahasa yang digunakan oleh bawahan kepada atasan adalah bahas resmi sedangkan bahasa yang digunakan oleh anak

muda adalah ragam bahasa santai/takresmi.

2.4.3      Ragam bahasa Indonesia menurut topik pembicaraan.

Berdasarkan topik pembicaraan, ragam bahasa dibagi menjadi: ragam politik, ragam hukum, ragam pendidikan, ragam jurnalistik, dan Ragam sastra dan sebagainya. Kelima jenis ragam bahasa tersebut akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

  1. Ragam politik

Bahasa politik berisi kebijakan yang dibuat oleh penguasa dalam rangka menata dan mengatur kehidupan masyarakat. dengan sendirinya penguasa merupakan salah satu sumber penutur bahasa yang mempunyai pengaruh yang besar dalam pengembangan bahasa di masyarakat.

  1. Ragam hukum

Salah satu ciri khas dari bahasa hukum adalah penggunaan kalimat yang panjang dengan pola kalimat luas. Diakui bahwa bahasa hukum Indonesia tidak terlalu memperhatikan sifat dan ciri khas bahasa Indonesia dalam strukturnya. Hal ini disebabkan karena hukum Indonesia pada umumnya didasarkan pada hukum yang ditulis pada zaman penjajahan Belanda dan ditulis dalam bahasa Belanda. Namun, terkadang sangat sulit menggunakan kalimat yang pendek dalam bahasa hukum karena dalam bahasa hukum kejelasan norma-norma dan aturan terkadang membutuhkan penjelasan yang lebar, jelas kriterianya, keadaan, serta situasi yang dimaksud.

  1. Ragam Sosial dan Ragam Fungsional

Ragam sosial dapat didefinisikan sebagai ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakantan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam sosial membedakan penggunaan bahasa berdasarkan hubungan orang misalnya berbahasa dengan keluarga, teman akrab dan atau sebaya, serta tingkat status sosial orang yang menjadi lawan bicara. Ragam sosial ini juga berlaku pada ragam tulis maupun ragam lisan. Sebagai contoh orang takkan sama dalam menyebut lawan bicara jika berbicara dengan teman dan orang yang punya kedudukan sosial yang lebih tinggi. Pembicara dapat menyebut “kamu” pada lawan bicara yang merupakan teman tetapi takkan melakukan itu jika berbicara dengan orang dengan status sosial yang lebih tinggi atau kepada orang tua.

Ragam fungsioanal, sering juga disebut ragam professional merupakan ragam bahasa yang diakitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Sebagai contoh yaitu adanya ragam keagamaan, ragam kedokteran, ragam teknologi dll. Kesemuaan ragam ini memiliki fungsi pada dunia mereka sendiri.

  1. Ragam jurnalistik

Bahasa Jurnalistik adalah ragam bahasa yang dipergunakan oleh dunia persurat-kabaran (dunia pers = media massa cetak). Dalam perkembangan lebih lanjut, bahasa jurnalistik adalah bahasa yang dipergunakan oleh seluruh media massa. Termasuk media massa audio (radio), audio visual (televisi) dan multimedia (internet). Hingga bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam bahasa, yang dibentuk karena spesifikasi materi yang disampaikannya. Ragam khusus jurnalistik termasuk dalam ragam bahasa ringkas.

Ragam ringkas mempunyai sifat-sifat umum sebagai berikut.

ü  Bahasanya padat

ü  Selalu berpusat pada hal yang dibicarakan

ü  Banyak sifat objektifnya daripada subjektifnya

ü  Lebih banyak unsure pikiran daripada perasaan

ü  Lebih bersifat memberitahukan daripada menggerakkan emosi

Tujuan utama ialah supaya pendengar/pembaca tahu atau mengerti. Oleh karena itu, yang diutamakan ialah jelas dan seksamanya. Kalimat-kalimatnya disusun selogis-logisnya.

Bahasa jurnalistik ditujukan kepada umum, tidak membedakan tingkat kecerdasan,

kedudukan, keyakinan, dan pengetahuan.

  1. Ragam sastra

Ragam bahasa sastra memiliki sifat atau karakter subjektif, lentur, konotatif, kreatif dan inovatif. Dalam bahasa yang beragam khusus terdapat kata-kata, cara-cara penuturan, dan ungkapan-ungkapan yang khusus, yang kurang lazim atau tak dikenal dalam bahasa umum. Bahasa sastra ialah bahasa yang dipakai untuk menyampaikan emosi (perasaan) dan pikiran, fantasi dan lukisan angan-angan, penghayatan batin dan lahir, peristiwa dan khayalan, dengan bentuk istimewa. Istimewa karena kekuatan efeknya pada pendengar/pembaca dan istimewa cara penuturannya. Bahasa dalam ragam sastra ini digunakan sebagai bahan kesenian di samping alat komunikasi. Untuk memperbesar efek penuturan dikerahkan segala kemampuan yang ada pada bahasa. Arti, bunyi, asosiasi, irama, tekanan, suara, panjang pendek suara, persesuaian bunyi kata, sajak, asonansi, posisi kata, ulangan kata/kalimat dimana perlu dikerahkan untuk mempertinggi efek. Misalnya, bahasa dalam sajak jelas bedanya dengan bahasa dalam karangan umum.

Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra banyak mengunakan kalimat yang tidak efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata bermakna konotasi sering dipakai dalam ragam bahasa sastra. Hal ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam imajinasi pembaca.

Jika ditelusuri lebih jauh, ragam berdasarkan cara pandang penutur dapat dirinci lagi berdasarkan ciri (1) kedaerahan, (2) pendidikan, dan (3) Sikap penutur sehingga di samping ragam yang tertera diatas, terdapat pula ragam menurut daerah, ragam menurut pendidikan, dan ragan menurut sikap penutur. Ragam menurut daerah akan muncul jika para penutur dan mitra komunikasinya berasal sari suku/etnik yang sama. Pilihan ragam akan beralih jika para pelakunya multietnik atau suasana berubah, misalnya dari takresmi menjadi resmi.

Penetapan ragam yang dipakai bergantung pada situasi, kondisi, topik pembicaraan, serta bentuk hubungan antar pelaku. Berbagai faktor tadi akan mempengaruhi cara pandang penutur untuk menetapkan salah satu ragam yang digunakan (dialeg, terpelajar, resmi, takresmi).

Dalam praktek pemakaian seluruh ragam yang dibahas diatas sering memiliki kesamaan satu sama lain dalam hal pemakaian kata. Ragam lisan (sehari-hari) cenderung sama dengan ragam dialek, dan ragam takresmi, sedangkan ragam tulis (formal) cenderung sama dengan ragam resmi dan ragam terpelajar. Selanjutnya, ragam terpelajar tentu mirip dengan ragam ilmu.

Dibawah ini akan diberikan contuh ragam-ragam tersebut. Ragam ilmu sengaja dipertentangkan dengan ragam nonilmu demi kejelasan ragam ilmu itu sendiri.

Ragam

Contoh

a.Lisan

b.Tulis

c.Dialek

d.Terpelajar

e.Resmi

f.Takresmi

Sudah saya baca buku itu.

Saya sudah membaca buku itu.

Gue udah baca itu buku.

Saya sudah membaca buku itu

Saya sudah membaca buku itu

Sudah saya baca buku itu.

 

Ragam

Nonilmu (nonilmiah)

Ilmu (ilmiah)

– Ayan bukan penyakit menular.

– Polisi bertugas menanyai tersangka.

– Setiap agen akan mendapatkan potongan.

– Jalan cerita sinetron itu membosankan.

– Epilepsi bukan penyakit menular.

– Polisi bertugas menginterogasi 

   tersangka.

– Setiap agen akan mendapatkan rabat.

– Alur cerita sinetron itu membosankan

Ciri-ciri ragam ilmiah:

  1. Bahasa Indonesia ragam baku;
  2. Penggunaan kalimat efektif;
  3. Menghindari bentuk bahasa yang bermakna ganda;
  4. Penggunaan kata dan istilah yang bermakna lugas dan menghindari pemakaian kata dan istilah yang bermakna kias;
  1. Menghindari penonjolan persona dengan tujuan menjaga objektivitas isi tulisan;
  2. Adanya keselarasan dan keruntutan antarproposisi dan antaralinea.

Contoh ragam bahasa berdasarkan topik pembicaraan:

  1. Dia dihukum karena melakukan tindak pidana.(ragam hukum)
  2. Setiap pembelian di atas nilai tertentu akan diberikan diskon.(ragam bisnis)
  3. Cerita itu menggunakan unsur flashback. (ragam sastra)
  4. Anak itu menderita penyakit kuorsior. (ragam kedokteran)
  5. Penderita autis perlu mendapatkan bimbingan yang intensif. (ragam psikologi)

BAB III

PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Dalam konteks ini ragam bahasa meliputi bahasa lisan dan bahasa baku tulis.

Pada ragam bahasa baku tulis diharapkan para penulis mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta menggunakan Ejaan bahasa yang telah Disempurnakan (EYD), sedangkan untuk ragam bahasa lisan diharapkan para warga negara Indonesia mampu mengucapkan dan memakai bahasa Indonesia dengan baik serta bertutur kata sopan sebagaimana pedoman yang ada.

3.2                 Saran

Sebaiknya kita atau siapa pun penduduk di Indonesia menggunakan ragam bahasa yang baik dan benar sehingga keberadaan ragam bahasa itu sendiri tidak punah dengan adanya bahasa-bahasa yang terkadang jauh dari aturan bahasa yang ada di Indonesia bahkan bertentangan.

DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys. 1994. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. NTT: Nusa Indah.

Rahardi, Kunjawa. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : Penerbit Erlangga

http://pendidikanmatematika2011.blogspot.com/2012/04/reski-andika-saing.html (Jum’at 21 November, 11.05)

http://merrycmerry.blogspot.com/2011/10/makalah-bahasa-indonesia-ragam-bahasa.html

(Jum’at 21 November, 11.17)

http://irfanisprayudhi.wordpress.com/2013/09/30/arti-fungsi-dan-ragam-bahasa (Jum’at 21

November, 11.17)

 

Comments

Popular posts from this blog

Manfaat yang Didapatkan dari Buah Naga Merah

Buah naga atau yang juga dikenal sebagai pitaya, merupakan buah yang memiliki bentuk yang unik. Di mana tekstur kulitnya disebut-sebut menyerupai sisik naga. Nah, buah naga sendiri memiliki beberapa variasi, ada yang berdaging putih, ada juga yang berdaging merah. Keduanya sama-sama termasuk makanan sehat karena memiliki kandungan nutrisi yang tinggi.  Buah naga merah dinilai memiliki kandungan antioksidan yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan warna merah pada buah naga, yang secara alami berasal dari senyawa antioksidan bernama antosianin. Alhasil, mengonsumsi buah naga merah tentu dapat memberikan banyak manfaat bagi kesehatan. Kira-kira apa saja ya? Yuk ketahui infonya di sini! Ketahui Dulu Kandungan Nutrisinya Sebelum membahas apa saja manfaatnya, ada baiknya untuk mengetahui kandungan nutrisi buah naga merah. Dilansir dari Data Komposisi Pangan Indonesia, kandungan gizi dari 100 gram buah naga merah mentah adalah:     Air: 85,7 gram.     Energi: 71 kal.

KRITIK PENGHAKIMAN DAN IMPRESIONISTIK DALAM NOVER MEMORI IN SORONG

  KRITIK PENGHAKIMAN DAN IMPRESIONISTIK DALAM NOVER MEMORI IN SORONG   A.     SINOPSIS NOVEL   Menceritakan tentang seorang gadis bernama Ajeng yang memiliki 3 orang kakak yang saling berbeda sifat satu sama lain, yang pergi ke Sorong untuk urusan pekerjaanya menjadi reporter dan penyiar salah satu televise swasta yang bernama SENADA, sekaligus untuk mencari tahu tentang sosok perempuan yang sempat mendampingi ayahnya saat bertugas di Sorong selama dua tahun pada dua puluh Sembilan tahun yang lalu.             Awal keberangkatannya ke Sorong, ia berkeinginan untuk segera bertemu dan bertanya kepada anneke, sosok orang yang sempat mendampingi ayahnya yang merupakan seorang tentara yang sangat mencintai keluarganya. Selama di sorong ajeng tinggal di rumah sepupunya yang menjadi direktur di salah satu bank milik pemerintah di kota Sorong. Dua hari semenjak ajeng datang ke Sorong, ia di sambut dengan banyak sekali keributan yang terjadi, sehingga ini menjadi sebuah keberuntunga

KRITIK PENGHAKIMAN Karya Sastra JUDICIAL CRITICISM

Kritik penghakiman (judicial criticism) ialah kritik sastra yang berusaha menganalisis karya sastra dan menerangkan efek-efek sastra berdasarkan pokoknya, organisasinya, tekniknya, dan gayanya, serta mendasarkan pertimbangan individual kritikus atas dasar standar-standar umum tentang kehebatan atau keluar-biasaan karya sastra. Contoh kritik penghakiman dapat dilihat pada uraian berikut ini. Membaca baris permulaan roman singkat Hamidah barangkali orang akan menyangka, inilah satu di antara pengarang sebelum perang yang menulis dengan teknik lain. Tetapi ternyata setelah kita lanjutkan membaca beberapa kalimat, teknik penulisannya seperti pada umumnya karya-karya masa itu: merupakan garis lurus dari awal sampai akhir. Hanya pengarang menggunakan kalimat-kalimat yang boleh menjadi kalimat akhir cerita sebagai pembuka cerita. Plot lurus seperti ini, tanpak kecakapan pengarang akan mengundang kelemahan-kelemahan, di antaranya faktor rasa ingin tahu pembaca kurang terpusa