BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, Tuhan yang maha
Esa dan tiada satupun yang menyamaiNya “laisa kamislihi syai’un”. Tuhan yang
Maha pemberi yang berfirman melalui Al-Qur’an dan menciptakan manusia dengan bentuk
yang sebaik-baiknya.
Berbicara Mental diartikan sebagai kepribadian yang
merupakan kebulatan yang dinamik yang dimiliki seseorang yang tercermin dalam
sikap dan perbuatan atau terlihat dari psikomotornya. Dalam ilmu psikiatri dan
psikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai ganti dari kata personality
(kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk
pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan yang dalam keseluruhan dan
kebulatannya akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan
perasaan, mengecewakan atau menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya.
Kepribadian adalah sebuah konsep yang sangat sukar
dimengerti dalam psikologi, meskipun istilah ini digunakan sehari-hari.
Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawiyah), sukar dilihat
atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau
bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan.
Bahasa adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan
kita, dengan bahasa kita dapat berkomunikasi satu sama lain, dengan bahasa
dapat mengantarkan kita ke berbagai belahan dunia. Ada ucapan yang berbunyi
“manusia memiliki bahasa, binatang tidak memiliki bahasa”. Karena bahasa milik
manusia itu dipelajari, maka ada ilmunya, yaitu ilmu bahasa yang disebut ilmu
linguistik.
Untuk itu, Makalah ini sengaja ditulis demi memberikan
pemahaman tentang ilmu linguistik dalam kaitannya pembentukan mental dan
kepribadian. Yang mudah-mudahan dapat membantu para pembaca dalam memahami ilmu
linguistik interdisipliner.
B. Rumusan masalah
Penulis
telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai
batasan dalam pembahasan bab isi. Adapun beberapa masalah yang akan dibahas
dalam karya tulis ini antara lain:
1.
Bagaimanakah ilmu lingustik itu?
2.
Apakah yang dimaksud dengan
pembentukan mental dan kepribadian?
3.
Bagaimanakah bidang linguistik interdisipliner?
C. Tujuan
penulisan
Dalam penulisan
beberapa masalah di atas bertujuan:
1.
Untuk
mengetahui apa itu linguistik sebenarnya.
2.
Untuk
mengetahui penbentukan mental dan kepribadian.
3.
Untuk
mengetahui bidang linguistik interdisipliner
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian linguistik
Linguistik adalah ilmu bahasa. Kata linguistik sendiri
berasal dari kata latin lingua yang berarti bahasa. Dalam bahasa Indonesia
“linguistik” adalah nama bidang ilmu, dan kata sifatnya adalah linguistik atau
linguistik.
Menurut pendapat saya pribadi Linguistik adalah ilmu bahasa
atau kajian bahasa tentang bagaimana bahasa itu dimengerti dan digunakan. Linguistik
modern berasal dari sarjana Swis Ferdinand de Saussure yang menulis buku
berjudul cours de linguistique generale (mata pelajaran linguistik umum) terbit
tahun 1916. Menurut
F.de Saussure, lague adalah salah satu bahasa (misalnya bahasa prancis, bahasa
Indonesia, bahasa korea dll) sebagai suatu system.
Sedangkan langege berarti bahasa sebagai sifat khas
makhluk manusia, seperti dalam ucapan “manusia memiliki bahasa, akan tetapi
hewan tidak memiliki bahasa. Dalam ilmu linguistik dikenal pula istilah parole
atau tuturan adalah bahasa sebagaimana dipakai secara konkret: logat, ucapan,
perkataan.
Objek linguistik adalah bahasa, maksud bahasa disini adalah
bahasa harfiah atau bahasa yang dituturkan, perlu diperhatikan bahwa bahasa
tubuh, bahasa tari, bahasa alam tidaklah termasuk objek dari kajian ilmu
linguistik. Untuk itu objek yang menjadi sasaran ilmu linguistik hanyalah
bahasa harfiah saja. Linguistik dapat pula berhubungan
dengan ilmu lain. Ilmu tersebut antara lain adalah psikologi, sosiologi, dan
antropologi. Ahli bahasa dapat memanfaatkan psikologi untuk menganalisis
perolehan bahasa dan akibat gangguan psikologi. Perhubungan ini melahirkan
psikolinguistik. Hubungan dengan sosiologi melahirkan sosiolinguistik.
Subdisiplin ini dikaji hubungan bahasa dengan pembicara, bahasa apa atau
variasi bahasa, apa yang dibicarakan, kepada siapa, dan kapan terjadi
pembicaraan.Dengan kata lain, sosiolinguistik menganalisis hubungan antara
aspek sosial dengan kegiatan berbahasa. Pemanfaatan antropologi menghasilkan anropolinguistik
atau etnolinguistik. Subdisiplin ini mempelajari hubungan antara bahasa,
penggunaan bahasa, dan kebudayaan pada umumnya.
B.
Subdisiplin Linguistik
Subdisiplin linguistik dapat dikelompokkan berdasarkan:
1.
objek kajiannya adalah bahasa pada
umumnya atau bahasa tertentu,
2.
objek kajiannya adalah bahasa pada
masa tertentu atau bahasa sepanjang masa,
3.
objek kajiannya adalah struktur
internal bahasa itu atau bahasa itu dalam kaitannya dengan berbagai faktor di
luar bahasa,
4.
tujuan pengkajiannya apakah untuk
keperluan teori atau untuk terapan, dan
5.
teori atau aliran yang digunakan
untuk menganalisis objeknya.
Berdasarkan Objek Kajiannya, Apakah Bahasa pada Umumnya atau Bahasa
Tertentu
Berdasarkan
objek kajiannya, apakah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu linguistik
dapat dibedakan menjadi linguistik umum dan linguistik khusus. Linguistik umum
adalah linguistik yang berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa secara umum.
Linguistik khusus berusaha mengkaji kaidah bahasa yang berlaku pada bahasa
tertentu.
Berdasarkan Objek
Kajiannya, Apakah Bahasa pada Masa Tertentu atau Bahasa Sepanjang Masa
Berdasarkan
objek kajiannya, apakah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu linguistik
dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik (linguistik deskriptif) dan
linguistik diakronik (linguistik historis komparatif). Linguistik sinkronik
mengkaji bahasa pada masa tertentu. Misalnya, mengkaji bahasa Indonesia
pada tahun dua puluhan atau mengkaji bahasa Inggris pada zaman William Shakespeare.
Linguistik diakronik berupaya mengkaji bahasa pada masa yang tidak terbatas;
bisa sejak awal kelahiran bahasa itu sampai masa sekarang. Tujuan linguistik
diakronik adalah untuk mengetahui sejarah struktural bahasa itu dengan segala
bentuk perubahan dan perkembangannya.
Berdasarkan Objek Kajiannya adalah Struktur Internal Bahasa itu atau
Bahasa itu dalam Kaitannya dengan Berbagai Faktor di Luar Bahasa
Berdasarkan
objek kajiannya, apakah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu linguistik
dapat dibedakan menjadi linguistik mikro (mikrolinguistik) dan linguistik makro
(makrolinguistik). Linguistik mikro mengarahkan kajiannya pada struktur
internal bahasa. Dalam linguistik mikro ada beberapa subdisiplin yaitu:
·
Fonologi: menyelidiki tentang
bunyi bahasa.
·
Morfologi: menyelidiki tentang
morfem.
·
Sintaksis: menyelidiki tentang
satuan-satuan kata.
·
Semantik: menyelidiki makna
bahasa.
·
Leksikologi: menyelidiki leksikon
atau kosakata.
Linguistik
makro menyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor di luar bahasa.
Subdisiplin-subdisiplin linguistik makro antara lain:
- Sosiolinguistik: mempelajari bahasa dalam hubungan pemakaian di
masyarakat.
- Psikolinguistik: mempelajari hubungan bahasa dengan perilaku dana
kal budi manusia.
- Antropolinguistik: mempelajari hubungan bahasa dengan budaya.
- Filsafat bahasa: mempelajari kodrat hakiki dan kedudukan bahasa
sebagai kegiatan manusia.
- Stilistika: mempelajari bahasa dalam karya sastra.
- Filologi: mempelajari bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah
suatu bangsa sebagaimana terdapat dalam bahan tertulis.
- Dialektologi: mempelajari batas-batas dialek dan bahasa dalam
suatu wilayah.
Berdasarkan Tujuan Pengkajiannya Apakah untuk Keperluan Teori atau
Untuk Terapan
Berdasarkan objek kajiannya, apakah bahasa pada umumnya
atau bahasa tertentu linguistik dapat dibedakan menjadi linguistik teoritis dan
linguistik terapan. Linguistik teoritis berusaha mengadakan penyelidikan bahasa
hanya untuk menemukan kaidah-kaidah yang berlaku dalam objek kajiannya itu.
Jadi, kegiatannya hanya untuk kepentingan teori belaka. Linguistik terapan
berusaha mengadakan penyelidikan bahasa untuk kepentingan memecahkan
masala-masalah praktis yang terdapat dalam masyarakat. Misalnya, untuk
pengajaran bahasa, penyusunan kamus, dan pemahaman karya sastra.
Berdasarkan Teori atau Aliran yang Digunakan untuk Menganalisis
Objeknya
Berdasarkan objek kajiannya, apakah bahasa pada umumnya
atau bahasa tertentu linguistik dapat dibedakan menjadi tradisional, linguistik
struktural, linguistik tranformasional, linguistik generatif semantik,
linguistik relasional, dan linguistik sistemik.
C. Pengertian mental
Pengertian “mental” secara definitif belum ada kepastian
definisi yang jelas dari para ahli kejiwaan. Secara etimologi kata “mental”
berasal dari bahasa Yunani, yang mempunyai pengertian sama dengan pengertian
psyche, artinya psikis, jiwa atau kejiwaan.
James Draver memaknai mental yaitu “revering to the mind”
maksudnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan pikiran atau pikiran itu
sendiri.
Secara sederhana mental dapat dipahami sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan batin dan watak atau karakter, tidak bersifat jasmani
(badan).
Kata mental diambil dari bahasa Latin yaitu dari kata mens
atau metis yang memiliki arti jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat. Dengan
demikian mental ialah hal-hal yang berkaitan dengan psycho atau kejiwaan yang
dapat mempengaruhi perilaku individu. Setiap perilaku dan ekspresi gerak-gerik
individu merupakan dorongan dan cerminan dari kondisi (suasana) mental.
Sedangkan secara
terminologi para ahli kejiwaan maupun ahli psikologi ada perbedaan dalam
mendefinisikan “mental”. Salah satunya sebagaimana dikemukakan oleh Al-Quusy
(1970) yang dikutip oleh Hasan Langgulung, mendefinisikan mental adalah paduan
secara menyeluruh antara berbagai fungsi-fungsi psikologis dengan kemampuan
menghadapi krisis-krisis psikologis yang menimpa manusia yang dapat berpengaruh
terhadap emosi dan dari emosi ini akan mempengaruhi pada kondisi mental.
Pengertian lain
“mental” didefinisikan yaitu yang berhubungan dengan pikiran, akal, ingatan
atau proses yang berasosiasi dengan pikiran, akal dan ingatan. Seperti mudah
lupa, malas berfikir, tidak mampu berkonsentrasi, picik, serakah, sok, tidak
dapat mengambil suatu keputusan yang baik dan benar, bahkan tidak mempunyai
kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah, yang hak dan yang batil,
antara halal dan haram, yang bermanfaat dan yang mudharat.
Dari sini dapat ditarik pengertian yang lebih signifikan
bahwa mental itu terkait dengan, akal (pikiran/rasio), jiwa, hati (qalbu), dan
etika (moral) serta tingkah laku). Satu kesatuan inilah yang membentuk mentalitas
atau kepribadian (citra diri). Citra diri baik dan jelek tergantung pada
mentalitas yang dibuatnya.
Kondisi individu kelihatan gembira, sedih, bahkan sampai
hilangnya gairah untuk hidup ini semua tergantung pada kapasitas mental dan
kejiwaannya. Mereka yang tidak memiliki sistem pertahanan mental yang kuat
dalam menghadapi segala problematika kehidupan atau tidak memiliki sistem
pertahanan diri yang kuat untuk mengendalikan jiwanya, maka individu akan
mengalami berbagai gangguan-gangguan kejiwaan, yang berpengaruh pada kondisi
kepribadian yang bisa mendorong pada perilaku-perilaku pathologies.
Kondisi mental tersebut bisa digolongkan dalam dua bentuk
yaitu kondisi mental yang sehat dan kondisi mental yang tidak sehat. Kondisi
mental yang sehat akan melahirkan pribadi-pribadi yang normal. Pribadi yang
normal ialah bentuk tingkah laku individu yang tidak menyimpang dari tingkah
laku pada umumnya dimana seorang individu itu tinggal, dan pribadi yang normal
akan menunjukkan tingkah laku yang serasi dan tepat (adekuat) dan bisa diterima
oleh masyarakat secara umum, dimana sikap hidupnya sesuai dengan norma dan pola
hidup lingkungannya. Secara sederhana individu tersebut mampu beradaptasi
secara wajar.
Jadi pribadi yang normal dan metal yang sehat ini bisa dirasakan
pada kondisi diri kita atau kondisi perasaan kita yang cenderung stabil, tidak
banyak memendam konflik internal, suasana hati yang tenang, dan kondisi jasmani
yang selalu merasa selalu sehat.
Sementara itu yang perlu mendapatkan perhatian dan perlu
diwaspadai oleh setiap individu ialah kondisi mental yang tidak sehat, karena
kondisi mental yang tidak sehat itu akan membentuk suatu kepribadian yang tidak
sehat pula (abnormal).
Pribadi yang tidak sehat (abnormal) ialah adanya tingkah
laku seseorang atau individu yang sangat mencolok dan sangat berbeda dengan
tingkah laku umum yang ada di lingkungannya, atau disebut juga dengan
perilaku-perilaku yang menyimpang (abnormal). Secara umum bentuk mental yang
tidak sehat yaitu secara relatif bisa dilihat
pada individu jauh dari kemampuan beradaptasi atau selalu mengalami kesulitan dalam beradaptasi, dan memiliki
ciri bersikap inferior dan superior.
Yang menjadi barometer setiap kelainan tingkah laku
individu ialah kondisi mentalnya. Mental yang sehat itulah yang menentukan
tanggapan atas dirinya terhadap setiap persoalan, dan kemampuan untuk
beradaptasi, dan mental yang sehat pulalah yang menentukan apakah seseorang
atau individu memiliki gairah hidup atau justru mereka pasif dan tidak
bersemangat bahkan memiliki ketakutan untuk hidup.
Pada dasarnya untuk mengetahui apakah seseorang atau
individu sehat mentalnya atau tidak (terganggu mentalnya) tidaklah mudah diukur
atau diperiksa dengan alat-alat seperti halnya pada penyakit jasmani, akan
tetapi yang menjadi ukuran adalah merasakan diri kita sejauh mana kondisi
perasaan kita apakah sudah melampaui batas kewajaran atau tidak seperti, rasa
bersedih, kecewa, pesimis, rendah diri dan lain sebagai. Dan seseorang atau
individu yang terganggu kesehatan mentalnya, bisa dilihat pada tindakannya,
tingkah lakunya atau ekspresi perasaannya, karena seseorang atau individu yang
terganggu kesehatan mentalnya ialah apabila terjadi kegoncangan emosi, kelainan
tingkah laku atau tindakannya.
Dengan demikian mental ialah hal-hal yang berada dalam diri
seseorang atau individu yang terkait dengan psikis atau kejiwaan yang dapat
mendorong terjadinya tingkah laku dan membentuk kepribadian, begitu juga
sebaliknya mental yang sehat akan melahirkan tingkah laku maupun kepribadian yang
sehat pula.
Sigmund Freud memberikan definisi bahwa kepribadian yang
sehat adalah adanya keseimbangan antara dorongan-dorongan dan motif-motif tiap
bagian jiwa dalam pemuasannya. Begitu juga Arthur Gorden melihat bahwa
kemampuan mengharmoniskan dorongan-dorongan psikis dengan realitas dengan
sendirinya akan terbentuk kepribadian yang sehat dan akan melahirkan tingkah
laku yang sehat pula (normal).
D. Definisi kepribadian
1. Pengertian kepribadian
Kepribadian adalah sebuah konsep yang sangat sukar
dimengerti dalam psikologi, meskipun istilah ini digunakan sehari-hari.
Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawiyah), sukar dilihat
atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau
bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam menghadapi
setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang kuat.
Orang awam dengan mudah mengatakan bahwa seseorang itu
punya kepribadian baik, kuat dan menyenangkan, sedangkan ada pula orang yang
mengatakan bahwa mempunyai kepribadian lemah, tidak baik atau buruk dan
sebagainya. Sehingga dengan kata lain pribadi atau kepribadian itu dipakai
untuk menunjukkan adanya ciri-ciri khas yang ada pada seseorang.
Karena tiap-tiap kepribadian adalah unik, maka sukar sekali
dibuat gambaran yang umum tentang kepribadian. Yang dapat kita lakukan adalah
mencoba mengenal seseorang dengan mencoba mengetahui struktur kepribadiannya.
Struktur kepribadian ini dapat diketahui melalui pemeriksaan terhadap sejarah
hidup, cita-cita dan perasaan-perasaan yang dihadapi seseorang. Pandangn
konvergensi mengatakan kepribadian seseorang pada suatu saat (misalnya pada
saat sedang diperiksa) adalah produk (hasil) dari suatu proses yang dimulai
pada saat orang itu lahir dengan membawa bakat-bakatnya yang berlangsung terus
melalui pengalaman sampai pada saat tersebut.[2] Dalam pemeriksaan psikologis,
kita mencoba untuk menganalisis dan membuat kesimpulan-kesimpulan dari riwayat
hidup seseorang melalui wawancara dan hasil psikotesnya, sehingga kita dapat
mencoba mengenal seseorang dengan baik dan tepat.
Untuk mengetahui lebh jelas bagaimana perkembangan
kepribadian manusia, ada beberapa ahli yang berpendapat tentang perkembangan
kepribadian yaitu sebagai berikut : Freud
berpendapat bahwa kepribadian sebenarnya pada dasarnya telah berbentuk pada
akhir tahun kelima dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan
penghalusan struktur dasar itu.[3] kesimpulan yang demikian itu diambilnya atas
dasar pengalaman-pengalamannya dalam melakukan psikoanalisis. Freud beranggapann
bahwa kanak-kanak adalah ayahnya manusia (the child is the father of man).
Dalam menyelidiki masa
anak-anak ini, Freud tidak langsung menyelidiki, akan tetapi membuat
rekonstruksi atas dasar ingatan orang dewasa mengenai masa kanak-kanaknya. Kepribadian
itu berkembang dalam hubungan dengan 4 macam sumber tegangan pokok, yaitu :
1.
Proses pertumbuhan psikologis.
2.
Frustasi.
3.
Konflik.
4.
Ancaman.
Dari 4
sumber tegangan mengalami peningkatan ketegangan, maka orang harus terpaksa
belajar cara baru untuk mereduksi tegangan tersebut. Belajar yang menggunakan
cara baru dalam mereduksi ini adalah yang disebut sebagai perkembangan
kepribadian.
1.
Jung dalam pembahasannya tentang
perkembangan kepribadian, dia lebih suka berbicara tentang perkembangan umat
dan manusia. Orang-orang menuju ke taraf yang lebih sempurna. Jung yakin bahwa
manusia selalu maju atau mengejar kemajuan, dari taraf perkembangan yang kurang
sempurna ke taraf yang lebih sempurna. Juga manusia sebagai jenis makhluk
selalu menuju taraf diferensiasi yang lebih tinggi. Adapun tujuan yang harus
ditempuh itu dapat disimpulkan sebagai aktualisasi diri yang berarti
diferensiasi sempurna dan saling hubungan selaras seluruh aspek kepribadian
manusia.
2.
Menurut Lewin hakekat perkembangan
adalah perubahan-perubahan tingkah laku (behavioral changes).
a.
Perkembangan berarti perubahan di
dalam variasi tingkah laku.
b.
Perkembangan berarti perubahan dalam
organisasi dan struktur tingkah laku.
c.
Perkembangan berarti bertambah
luasnya arena aktivitas.
d.
Perkembangan berarti makin
terdiferensiasinya tingkah laku.
e.
Perkembangan berarti perubahan dalam
taraf realitas.
f.
Perkembangan berarti diferensiasi
dua stratifikasi.
3.
Menurut Murphy usaha utamanya adalah
untuk merumuskan hipotesis-hipotesis yang cukup tepat namun cukup merangkum
mengenai bagaimana kepribadian itu berkembang. Murphy menggambarkan
perkembangan itu di dalam fase-fase perkembangan. Secara garis besar ada 3 fase
perkembangan yaitu :
a.
Fase keseluruhan tanpa diferensiasi,
individu berbuat lebih sebagai keseluruhan terhadap keseluruhan situasi. Hal
ini dapat disaksikan pada babi.
b.
Fase diferensiasi, fungsi-fungsi
khusus mengalami diferensiasi dan muncul dari keseluruhan.
c.
Fese integrasi, fungsi-fungsi yang
sudah mengalami diferensiasi itu diintegrasikan dalam suatu unitas yang
berkoordinasi dan terorganisasi.
Dalam
pengertian itu perkembangan kepribadian, dapat dikatakan bahwa suatu
perkembangan kepribadian adalah perubahan jiwa dalam hal ini adalah perilaku
seseorang secara terus menerus dengan mengalami berbagai kekurangan atau
menjadikan lebih sempurna di dalam kehidupan individu sesuai dengan berjalannya
masa. Proses Perkembangan Kepribadian
Sebelum membahas tentang proses perkembangan kepribadian, maka terlebih dahulu
penulis jelaskan tentang pengertian perkembangan dan pengertian kepribadian. Perkembangan
berarti masalah perkembangan sering kali tidak dapat dilepaskan dari masalah
pertumbuhan. Keduanya memang memiliki kesamaan dan ada hubungannya. Suatu
pertumbuhan pada akhirnya akan “selesai” semua organisme mencapai fisik murni,
namun perkembangan berlangsung terus menerus sepanjang hayat.
Dengan
demikian, maka perkembangan adalah merupakan suatu proses terjadinya
perubahan-perubahan psikologis (sifat-sifat khas) secara terus menerus menuju
ke suatu arah yaitu organisasi atau struktur tingkah laku pada tingkat
integrasi yang lebih tinggi melalui proses belajar.
2. Kepribadian menurut beberapa ahli
Kepribadian
Mendefinisikan kepribadian sebenarnya bukan hal yang mudah karena kepribadian
merupakan sesuatu yang abstrak. Disini penulis akan mencoba untuk mengemukakan
beberapa pengertian kepribadian sebagai berikut :
a.
G.W. Allport berpendapat “Personality
is the dynamic organization within the individual of those psychophycal sistem,
that determines his unique adjusment to his environment”. Artinya : personaliti
itu adalah suatu organisasi psichophysis yang dinamis dari pada seseorang yang
menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
b.
May berpendapat bahwa “kepribadian
adalah suatu aktualisasi dari proses hidup dalam seorang individu yang bebas,
terintegrasi dalam masyarakat dan memiliki satu perasaan cemas dalam batin,
yang berhubungan dengan religiusitas.
c.
Pengertian kepribadian menurut
Withington adalah “Kepribadian adalah keseluruhan tingkah laku seseorang yang
diintegrasikan, sebagaimana yang nampak pada orang lain. Kepribadian ini bukan
hanya yang melekat dalam diri seseorang tetapi lebih merupakan hasil dari pada
suatu pertumbuhan yang lama suatu kulturil.
d.
Kepribadian adalah dinamis dari
sistem-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang
unik (khas) dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.
e.
Dari uraian tentang pengertian
kepribadian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian yaitu suatu organisasi
yang unik (khas) pada diri setiap individu yang ditentukan atau dipengaruhi
oleh faktor-faktor bawaan dan lingkungan, sehingga menjadi penentu atau
pengaruh tingkah laku.
3.
Tentang
Proses Perkembangan Kepribadian
Perkembangan
kepribadian seseorang mengalami suatu tahapan-tahapan yang diawali dari
struktur fisik yang tumbuh dan berkembang. Bersamaan dengan itu berkembang pula
tingkat kecerdasan atau kebodohan psikis individu menentukan penyesuaian diri
di lingkungan kepemilikan bakat akan mempengaruhi tendensi bertingkah laku.
Hal yang
bisa memengaruhi proses perkembangan kepribadian adalah dari adanya emosi
kepribadian yang berhubungan dengan kejiwaaan seseorang. Di samping itu adanya
lingkungan sebagai pembentuk pola tingkah laku, juga pengaruh rumah serta
pengalaman di sekolah. Adapun kepribadian adalah tingkah laku yang berarti
moral alam diri seseorang yang dapat mencerminkan baik suatu individu. Dapat
dikatakan bahwa kepribadian individu itu berakar pada kemampuan fisik dan
psikisnya karena faktor-faktor biologis itu berinteraksi dengan pengaruh sosial
atau lingkungan, kemudian terjadi pola kepribadian dengan tingkah laku diatur
atau ditentukan oleh adanya kekuatan ciri-ciri tertentu.
Proses
diartikan sebagai runtutan perubahan yang terjadi dalam perkembangan sesuatu.
Adapun maksud proses dalam perkembangan anak adalah tahapan-tahapan perubahan
yang dialami seorang anak baik jasmaniah maupun rohaniah. Proses perkembangan kepribadian anak adalah :
a.
Pendidikan langsung yaitu melalui
penanaman pengertian tentang tingkah laku sebagai pribadi yang sudah dan benar
atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya dan hal yang
penting adalah keteladanan itu sendiri.
b.
Identifikasi yaitu dengan cara
mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku seseorang yang menjadi
idolanya.
c.
Proses coba-coba (trial and error)
yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral semacam coba-coba. Tingkah
laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan,
sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikan.
Dalam
proses pembentukan kepribadian seorang remaja, hal yang paling mempengaruhi
adalah sekolah. Pentingnya sekolah dalam memainkan peranan didiri siswa dapat
dilihat dari realita sekolah sebagai tempat yang harus dihadiri setiap hari.
Sekolah memberi pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan masa
perkembangan konsep diri, anak-anak menghabiskan waktu lebih banyak di sekolah
dari pada di rumah. Di samping itu sekolah memberi kesempatan siswa untuk
meraih sukses serta memberi kesempatan pertama kepada anak untuk menilai
dirinya dan kemampuannya secara realistik.
Adapun
proses perkembangan kepribadian sebagai runtutan atau tahapan awal dalam
pencapaian sempurnanya jiwa yang dilakukan dengan menilai dari pembentukan
akhlak terlebih dahulu yang mewujudkan ketaqwaan terhadap Tuhan.
4. Aspek-aspek
Kepribadian
Para pakar ilmu jiwa mengatakan bahwa aspek
kepribadian manusia ada tiga yaitu kejasmanian, aspek kejiwaan dan aspek
keharmonisan yang luhur.
a.
Aspek Kejasmanian
Meliputi tingkah laku luar yang mudah nampak
dan ketahuan dari luar.
1)
Yang dikerjakan oleh lesan, seperti
membaca Al-Qur’an, mempelajari ilmu yang bermanfaat dan mengerjakannya.
2)
Yang dikerjakan oleh anggota tubuh
lain, seperti berbakti kepada orang tua, memnuhi kebutuhan, sholat, puasa,
menetapkan suatu berdasarkan musyawarah, memenuhi peraturan, menghormati orang
lain dan sebaginya.
b.
Aspek kejiwaan
Meliputi aspek-aspek yang
tidak dapat dilihat dan tidak ketahuan dari luar. Seperti : mencintai Allah SWT
dan Rosul, mencintai dan memberi karena Allah SWT, ikhlas dalam beramal, sabar
tidak sombong, pemaaf, tidak mendendam, tawadhu’ dan lain-lain.
c.
Aspek kerohanian yang luhur
Meliputi aspek-aspek
kejiwaan yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan, meliputi
sistem nilai-nilai yang telah meresap di dalam kepribadian yang mengarah dan
memberi corak sebuah kehidupan individu. Bagi yang beragama aspek inilah yang
menentukan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Yoesoef Noessyirwan (1978) menganalisis kepribadian ke
dalam empat daerah bagian atau aspek, yaitu :
1)
Vitalitas sebagai konstanta dari
semangat hidup pribadi.
2)
Temperamen sebagai konstanta dari
warna dan corak pengalaman pribadi serta cara bereaksi dan bergerak.
3)
Watak sebagai konstanta dan hasrat,
perasaan dan kehendak pribadi mengenai nilai-nilai.
4)
Kecerdasan, bakat, daya nalar
sebagai konstanta kemampuan pribadi.[19]
5. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Terbentuknya Kepribadian
Andi
Mappiare mengatakan bahwa kepribadoian terbentuk dari tiga faktor yaitu
pembawaan (hereditas), lingkungan dan citra diri (self concept).[20]
a.
Pembawaan (hereditas) Pembawaan
ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang
bersifat kejiwaan maupun yang bersifat keturunan. Anak merupakan warisan dari
sifat-sifat pembawaan orang tuanya yang merupakan potensi tertentu.
Beberapa ahli ilmu
pengetahuan menekankan pentingnya faktor keturunan ini bagi pertumbuhan fisik,
mental maupun sifat kepribadian yang diinginkan.
1)
Pertumbuhan fisik
Seorang anak yang kuat dan
sehat lebih beruntung dibanding dengan anak yang kecil dan ringkih, ia lebih
banyak mengikuti aktivitas-aktivitas sesuai dengan tahap perkembangannya.
Kegiatan-kegiatan tersebut memberikan pengalaman baginya yang merupakan modal
dasar bagi perkembangannya.[23] Sedangkan seorang anak yang struktur tubuhnya
lebih atau kurang dari temannya, misalnya terlalu gemuk, terlalu tinggi,
terlalu pendek, terlalu kurus akan menjadi objek gangguan dan cemoohan
tema-teman, hal tersebut dapat mempengaruhi pembentukan sikap dan kepribadiannya.
2)
Kemampuan mental dan bakat khusus
Seorang
anak yang pandai pada umur yang muda sudah dapat mengenal hubungan antara
dirinya dan benda-benda lingkungannya. Sesuai dengan cara bagaimana seorang
anak sejak kecil dianjurkan untuk mengadakan penyesuaian yang pantas, maka ia
juga akan cepat mengerti bentuk penyesuaian yang tepat yang seimbang dengan
masa kematangan dan tuntutan yang dihadapinya.
b.
Lingkungan Faktor lingkungan yang
ikut mempengaruhi terbentuknya kepribadian terdiri dari lingkungan bersifat sosial
dan lingkungan fisik. Yang dimaksud lingkungan sosial ialah lingkungan yang
terdiri dari sekelompok individu (group) interaksi antara individu
tersebut menimbulkan proses sosial dan proses ini mempunyai pengaruh yang
penting dalam perkembangan pribadi seseorang dengan pendidikan lingkungan
sosial yang disebut pergaulan erat dengan seseorang berupa tingkah laku, sikap,
mode pakaian atau cara berpakaian dan sebagainya.
Lingkungan fisik (alam) mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan pribadi seseorang. Yang dimaksud lingkungan alam disini adalah
segala sesuatu yang ada di sekitar anak selain individu dan benda-benda
kebudayaan antara lain keadaan geografis dan klimatologis. Anak yang dibesarkan
di daerah pantai akan lain dengan anak yang dibesarkan di daerah pegunungan.
Meskipun kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap
kepribadian seseorang, namun kadar pengaruhnya berbeda menurut umur dan fase
pertumbuhan. Faktor lingkungan yang paling berperan dalam perkembangan
kepribadian adalah rumah, sekolah dan teman sebaya.
1)
Rumah
Rumah adalah lingkungan pertama yang berperan dalam
pembentukan kepribadian. Bebrapa sifat lingkungan rumah yang memungkinkan anak
membentuk sifat-sifat kepribadian adalah kesediaan orang tua menerima anak
sebagai anggota keluarga, adanya sikap demokratis, keadaaan ekonomis yang
serasi, penyesuaian yang baik antara ayah dan ibu dalam pernikahan dan
penerimaan sosial para tetangga terhadap keluarga.
Keadaan rumah yang sederhana, bersih, rapi,
dimana anak mendapat makanan yang sehat dan anggota keluarga bersikap
sedemikian rupa, sehingga memberi rasa aman kepada anak, inilah yang akan
membantu perkembangan kepribadian anak ke arah terbentuknya kepribadian yang
harmonis dan wajar.
2)
Sekolah
Sekolah adalah tempat dimana
anak dapat belajar dan menimba ilmu. Lingkungan sekolah yang bersih, rapi akan
membantu anak belajar dengan tenang dan nyaman. Disamping itu hubungan antara
siswa dengan guru, dan hubungan antara siswa dengan lingkungan sekolah lainnya
perlu dijaga karena hal tersebut dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian
anak.
3) Teman sebaya
Baik di
sekolah maupun di luar sekolah kepribadian anak banyak dipengaruhi oleh teman
sebayanya. Dalam lingkungan sekolah anak belajar bermain dengan anak lain,
belajar bekerjasama dengan anak lain. Anak dan remaja berusaha mencapai
realisasi diri melalui keberhasilan, ia harus melebihi hasilnya sendiri untuk
dapat maju dan harus dapat menyayangi orang lain juga. Cara-cara yang
memberikan keberhasilan dalam persaingan dalam hubungan dengan teman sekolah,
akan dipakainya dalam kompetisi selanjutnya. Kebiasaan ini akan berlangsung
terus dalam integrasi kepribadian pada masa dewasa.
E. Kajian
interdisipliner dalam ilmu linguistik
Neurolinguistik adalah salah satu bidang kajian
interdisipliner dalam ilmu linguistik dan ilmu kedokteran yang mengkaji
hubungan antara otak manusia dengan bahasa. Gangguan pada kemampuan berbahasa
karena kerusakan otak manusia disebut afasia, yaitu (gangguan bicara karena
mengalamigegar/trauma otak).
Orang yang menderita kerusakan bahasa ini dapat diamati
dari ketidakmampuannya berbahasa secara normal. Tiga fungsi dasar otak adalah
fungsi pengaturan, proses dan formulasi.Fungsi pengaturan bertanggungjawab
untuk tingkat energi dan tonus korteks secara keseluruhan. Fungsi proses berlokasi
di belakang korteks, mengontrol analisa informasi, pengkodean dan penyimpanan.
Konteks yang lebih tinggi bertanggung jawab untuk memproses rangsangan sensorik
seperti rangsangan optik, akustik dan olfaktori. Data dari tiap sumber
digabungkan dengan sumber sensori lainnya untuk dianalisa dan diformulasikan.
Proses formulasi berlokasi pada lobus frontal, bertanggung jawab untuk formasi
intensi dan perilaku. Fungsi utamanya adalah untuk mengaktifkan otak untuk
pengaturan atensi dan konsentrasi.
1.
Evolusi Otak dan Perkembangan Otak
Manusia.
Evolusi otak manusia telah berlangsung sekitar 3 juta
tahun, dan membesar dari ukuran semula,
400 mg menjadi 1400 mg. (Holloway 1996;74;Rumbaugh; 1991) . dari 1,7
Juta tahun yang lalu otak manusia berkembang dari 800 mg menjadi 1500 mg.
Perkembangan atau pertumbuhan otak manusia menurut Volpe
(1987) terdiri atas enam tahap, yaitu :
a.
Pembentukan Tabung Neural
b.
Profilerasi selular untuk membentuk
calon sel neuron dan glia.
c.
Perpindahan selular dari germinal
subependemal ke korteks,
d.
Deferensasi selular menjadi neuron
spesifik
e.
Perkembangan akson dan dendrite yang
menyebabkan bertambahnya sinaps (Perkembangan dendrite tergantung fungsi daerah
tersebut)
f.
Eliminasi selektif neuron, Sinaps,
dsb untuk spesifikasi.
Perkembangan tahap 1 s/d 4 pada masa kandungan dan tidak
dipengaruhi oleh dunia luar, sedangkan tahap 5 dan 6 berlangsung terus setelah
lahir, dan dipengaruhi oleh dunia luar atau keadaan seitarnyna (Goodman, 1987).
Ada dua masa dalam perkembangan ini yaitu antara bulan kedua dan bulan keempat
masa kandungan (Yakni terjadinya pembelahan sel). Dan antara bulan kelima
kandungan sampai usia 18 bulan pasca kelahiran (Yakni terjadinya pertambahan
oligodendroglia). Oleh karena itu, dua tahun pertama kehidupan disebut juga
sebagai masa kritis perkembangan yang paling maksimal.
2.
Otak Manusia vs Otak Binatang.
Volume otak menusia lebih besar dibandingkan otak binatang.
Selain itu otak manusia juga lebih berat dibandingkan binatang. Selain itu
fungsi dan strukturnya pun berbeda. Sebagai pembeda adalah dalam penggunaan
bahasa.
a.
Otak Manusia
Berat Otak Maunusia 1-1,5kg (Steinberg dkk 2001 : 311 ;
Dingwall 1998 ; 60) dengan rata-rata 1330 gram (Holloway 1996:77 dan menyedot
15% dari seluruh peredaran darah dari jantung dan 20% dari sumber daya
metabolic manusia. Sistem syaraf Manusia terdiri dari 2 bagian utama yaitu 1.
Tulang Punggung (Spiral Cord), 2. Otak : Batang Otak, Korteks Selebral. Tulang
punggung dan korteks selebral merupakan sistem syaraf sentral bagi manusia.
b.
Otak Hewan
Evolusi otak manusia dan binatang tampak berbeda antara
lain korteks selebral tidak tampak pada binatang. Manusia menggunakan sebagian
besar otaknya untuk kebutuhan fisik. Itulah sedikit alasan yang menyebabkan
manusia dapat berbahasa dan binatang tidak. Mengerti bahasa dan dapat berbahasa
adalah dua hal yang berbeda. Seperti hewan yang dilatih untuk mengerti perintah
dan dapat berbahasa itu dikarenakan oleh respon yang dikondisikan.
3.
Kaitan Otak dan Bahasa
Permukaan otak disebut sebagai Korteks Serebral, bantuknya
tampak berkelok-kelok membentuk lekukan (Sulkus) dan benjolan (Girus). Korteks
ini mempunyai peranan penting baik pada fungsi elementer seperti pergerakan,
perasaan, dan panca indera, maupun pada fungsi yang lebih tinggi lagi dan
kompleks yaitu fungsi mental dan fungsi
luhur atau kortikal. Fungsi ini
meliputi pikiran, ingatan, emosi, persepsi, organisasi gerak dan aksi, dan juga
fungsi bahasa.
Otak memegang peranan penting dalam berbahasa (Geschwind :
1981) Apabila Input yang masuk adalah dalam bentuk lisan, maka bunyi-bunyi itu
ditanggapi di Lobe Temporal (Korteks Primer Pendengaran). Input tadi diolah
secara rinci sekali. Misalnya, apakah bunyi sebelum bunyi /o/ yang didengar itu
memiliki Vot +60 md, +20 md, atau di antara kedua angka itu. Setelah diterima,
dicerna dan diolah bunyi tadi dikirim ke Wernicke untuk diinterpretasikan
menjadi suku kata, kata, frasa, klausa dan akhirnya kalimat. Setelah dipahami
isinya maka ada dua jalur kemungkinan. Bila masukan tadi hanya sekedar informai
yang tidak perlu ditanggapi, maka masukan tadi cukup disimpan saja dalam
memori. Jika masukan tadi ditanggapi secara verbal maka interpretasi itu
dikirim ke Broca melalui Arkuat.
Proses penanggapan dimulai di Broca. Setelah diputuskan
tanggapan verbal itu bunyinya seperti apa maka daerah Broca memerintahkan motor
korteks untuk melaksanakannya. Proses
pelaksanaan di korteks motor juga tidak sederhana. Untuk satu ujaran ada
minimal 100 otot dan 140.000 rentetan neoromuskuler yang terlibat. Motor
korteks juga harus mempertimbangkan tidak hanya terlibat. Motor korteks juga
hartus mempertimbangkan tidak hanya urutan kata dan urutan bunyi, tetapi juga
urutan dari fitur-fitur pada tiap bunyi yang harus diujarkan. Ambillah
perkataan dia pada kalimat :
Dia belum pulang.
Karena bunyi /d/ mempunyai fitur [+vois], disamping
fitur-fitur lain seperti [+konsontal], [-bilabial], [+alveolar], [-nasal], maka
korteks motor harus memerintahkan pita suara untuk bergetar 30 md lebih awal
daripada perintah-perintah yang lain. Hal ini disebabkan karena pita suara
letaknya paling jauh dibandingkan dengan alat-alat penyuara yang lain.
Sebalkiknya, untuk bunyi /p/ pada kata pulang pada kalimat di atas, pita suara
harus diperintahkan untuk bergetar paling awal 25 md setelah bunyi /p/ itu
diucapkan. Ini untuk menjamin bahwa bunyi bilabial yang keluar itu
benar-benar/p/ dan bukan /b/.
Perpindahan dari bunyi /d/ ke /i/ dan kemudian ke /a/ untuk
kata dia juga memerlukan koordinasi
yang sangat akurat. Ujung lidah yang menempel pada daerah alveolar di mulut
untuk bunyi /d/ yang kemudian harus dengan tepat berubah bentuk menjadi
lengkung dan tinggi depan untuk /i/. misalnya harus dikoordinasi dengan rapi
sekali sehingga hasilnya benar-benar mencerminkan bunyi yang natif. Tanpa
ketepatan ini maka pembicara akan kedengaran seperti orang asing.
Bila input yang masik bukan dalam bentuk lisan, tetapi
dalam bentuk tulisan, maka jalur pemrosesannya agak berbeda. Masukkan tidak
ditanggapi oleh korteks primer pendengaran, tapi oleh korteks visual di Lobe
Osipital. Masukan ini tidak langsung dikirim ke daerah Wernicke, tetapi harus
melewati arus regular yang mengkoordinasikan daerah pemahaman dengan daerah
Osipital. Setelah tahap ini, prosesnya sama, yakni input tadi dipahami oleh
daerah Wernicke, kemudian dikirim daerah Broca bila perlu tanggapan verbal.
Bila tanggapannya juga visual, maka informasi itu dikirm ke daerah parietal
untuk proses visualisasinya.
4.
Peran Hemisfir Kiri dan Hemisfir
kanan.
Hemsifir kiri adalah yang bertanggung jawab tentang ikhwal
kebahasaan. Dibuktikan dalam penelitian
wada (1949) yang memasukkan cairan ke kedua hemsifir. Bila hemisfir kiri ditidurkan maka terjadi gangguan wicara.
Dichotic Listening
test oleh Kimura (1961) mencoba memberikan input
melalui telinga kiri dan kanan. Dan terbukti input melalui telinga kanan lebih
akurat (Hemisfir kiri) dari pada telinga kiri. Tapi hemisfir kanan pun ikut
berperan.
Pada saat manusia baru dilahirkan kedua hemisfir itu belum
ada lateralisasi (Pandangan tugas). Terbukti anak umur <13 tahun yang
hemisfir kirinya cedera dapat memperolah bahasa seperti anak normal. Dan
orang-orang yang hemisfir kanannya terganggu kemampuan mereka dalam menyusun
cerita menjadi kacau. Dan dapat disimpulkan bahwa semua faktor itu dipengaruhi
oleh faktor medis dan faktor lingkungan.
5.
Fungsi Kebahasaan Otak.
Hemisfir kiri memeng dominan untuk fungsi bicara bahasa,
tapi tanpa adanya aktifitas hemisfir kanan, maka pembicara seseorang akan
menjadi monoton, tak ada prosadi, tak ada lagu kalimat, tanpa menampakkan
adanya emosi dan tanpa disertai isyarat-isyarat bahasa.
Hasil penelitian tantang kerusakan otak oleh Broca dan
Wernicke serta penelitian Penfield dan Robert mengarah pada kesimpulan bahwa
hemisfir kiri dilibatkan dalam hubungannnya dengan fungsi bahasa. Krashen
(1977) mengemukakan lima alasan yang mendasari kesimpulan tersebut, seperti :
a.
Hilangnya kemampuan berbahasa akibat
kerusakan otak lebih sering disebabkan oleh kerusakan jaringan saraf hemisfir
kiri daripada hemisfir kanan.
b.
Ketika hemisfir kiri dianestesia
kemampuan berbahasa itu tetap ada.
c.
Sewaktu bersaing dalam menerima
masukan bahsa secara bersamaan dalam tes
dikotik ternyata telinga kanan lebih unggul dalam ketepatan dan kecepatan
pemahaman daripada telinga kiri. Keunggulan telinga kanan itu karena hubungan
telinga kiri dengan hemisfir kanan.
d.
Ketika materi bahasa diberikan
melalui penglihatan mata kanan dan mata kiri, maka ternyata penglihatan kanan
lebih cepoat dan lebih tepat dalam menangkap materi bahasa itu daripada
penglihatan kiri. Keunggulan penglihatan kanan itu karena hubungan antara
penglihatan kanan dan hemisfir kiri lebih baik daripada hubungan penglihatan
kiri dan hemisfir kanan.
e.
Pada waktu melakukan kegiatan
berbahasa baik secara terbuka maupun tertutup, hemisfir kiri menunjukkan
kegiatan elektris lebih hebat daripada hemisfir kanan. Hal inidiketahui melalui
analisis gelombang otak. Hemisfir yang lebih aktif lebih sedikit dalamn
menghasilkan gelombang alpha.
6.
Gangguan Wicara
Gangguan wicara dikelompokkan menjadi : 1) Gangguan wicara
yang berimplikasi pada gangguan organik. ; 2) Psikogenik. Gangguan Psikogenik
merupakan ungkapan dan gangguan dibidang mental.
Stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah /
kurangnya oksigen pada otak. Selain itu juga ditentukan oleh letak kerusakan
pada hemisfir yang bersangkutan. Jika hemsisfir kiri terganggu maka terjadi
gangguan wicara (Afasia). Afasia terdiri dari beberapa macam, antara lain :
a.
Afasia Broca (Lesion), terjadi di
sekitar Broca
b.
Afasia Wernicke, terjadi di sekitar
Wernicke
c.
Afasia Anomik, terjadi di bagian
depan dari Lobe Parietal (Antara Lobe Parietal – Lobe temporal)
d.
Afasia Global, terjadi tidak di satu
atau dua tempat saja, tetapi di beberapa daerah lain (Komplikasi)
e.
Afasia Konduksi, terjadi pada
fiber-fiberyang ada pada fsaikulus arkuat yanbg menghubung Lobe Frontal dengan
Lobe Temporal.
f.
Disartria adalah Lafal yang tidak
jelas tetapi ujarannya utuh.
g.
Agnosia / Dimensia adalah gangguan pada pembuatan ide.
h.
Aleksia adlah hilangnyav kemampuan
untuk membaca.
i.
Agresia adalah hilangnya kemampuan
untuk menulis dengan huruf normal.
Perbedaan antara orang yang normal dengan yang abnormal seperti idiot, tuna rungu (Yang
mempunyai gangguan wicara) bukan pada struktur otaknya yang tidak lengkap
melainkan pada salahsatu fungsi bagian otaknya yang tidak bekerja dengan baik.
7.
Hipotese Umur Kritis
Sebelum mencapai umur 12 tahunan, anak mempunyai kemampuan
untuk memperoleh bahasa mana pun yang disajikan padanya secara natif, hal ini
tampak terutama pada aksennya. Gejala ini dinyatakan dalam hipotese umur kritis
(Lenberg 1967). Pada esensinya Hipotese ini mengatakan bahwa antara umur 2
sampai 12 tahunan seorang anak dapat memperoleh bahasa mana pun dengan
kemampuan seorang penutur asli.
Hipotese ini banyak dibincangkan orang dan dianut banyak
orang. Namun demikian , ada pula yang menyanggahnya. Krashen (1972), misalnya
beranggapan bahwa lateralisasi itu sudah
terjadi jauh lebih awal, yakni sekitar umur 4-5 tahun.
8.
Otak Pria dan Otak Wanita.
Adakah kaitannya antara otak di satu pihak dengan jenis
kelamin di pihak lain? Ada yang beranggapan bahwa ada perbedaan antara otak
pria dan otak wanita dalam hal dan bentuknya. Yakni hemisfir kiri wanita lebih
tebal dibanding hemsifir kanannya (Steinberg dkk 2001:319). Menurut Paul Broca
Otak pria lebih besar dibandingkan otak wanita, mempunyai fungsi lebih baik,
lebih cerdas, dan memiliki kelebihan lainnya daripada wanita (Awuy, 1999).
Meskipun ada perbedaan dalam pemrosesan bahasa antara pria dan wanita,
perbedaan ini hanya mengarah pada pengaruh budaya daripada pengaruh genetik.
Menurut Dr. Raquel Gur, Psikiater dari Universitas California menyatakan Otak
wanita lebih seimbang. Sedangkan menurut Dr Thomas Crook dan sejumlah ahli
(Femina, 17-23 Juni 1999) menyatakan otak waniyta lebih tajam. Bukan hanya pada
inderanya tapi juga pada perasaannya.
9.
Bahasa Sinyal.
Bahasa sinyal diperuntukkan bagi orang yang tidak dapat
berkomunikasi. Bahasa ini mempergunakan tangan dan jari untuk membentuk kata
dan kalimat. Karena hemisfir kanan lebih unggul untuk menangani tugas-tugas
yang berkaitan dengan desain dan pola-pola visual maka kita mengharapkan
hemisfir inilah yang juga mengurusi bahasa sinyal. Namun dari hasil penelitian
mengatakan tidak benar, karena orang yang tuna rungu yang hemisfir kirinya
terkena stroke ternyata juga
mengalami gangguan bahasa seperti yang dialami oleh penderita afasia Broca atau Wernicke yang normal. Dan
orang yang hemisfir kanannya rusak pada umumnya tidak terjadi gangguan dalam
bersinyal, tatabahasanya masih utuh dan tidak terbata-bata.
10. Metode
Penelitian Otak.
Broca dan Wernicke melakukan penelitian mengenai otak
manusia tentunya belum menggunakan peralatan canggih, mereka melakukan operasi
setelah pasiennya meninggal. Ada juga yang melakukan pemisahan hemisfir kiri
dengan hemisfir kanan pada pasien ayan. Bahkan Penfield di tahun 50-an mengoperasi
pasiennya hanya dengan anatesi local sehingga pasien itu masih sadar. Dengan
mamakai sebatang electrode yangberaliran listrik kecil, bagian-bagian tertentu
pada otak ituditekan pelan-pelan, sementara pasien disuruh melakukan sesuatu,
misalnya mengatakan gambar yang dilihatnya, menulis, menghitung atau membaca.
Kegiatan itu akan terhenti atau
terganggu bila daerah pengontrol di otaknya kebetulan ditekan.
Kemajuan teknologi telah membuat penelitian mengenai otak
lebih maju. Kini telah terdapat CT atau CAT (Computerized
Axial Tomography) yang menggunaka sinar-X, ada juga PET (Positron Emission Tomography) yang
mempertunjukkan otak secara langsung denga menngukan radio aktif, ada juga MRI (Magnetic
Resonance Imaging) yang mengukur fungsi otak dengan memanfaatkan jumlah
aliran darah pada daera-daerah otak yang aktif dan ada ERPs (Event Related Potentials) yang dapat
mengukur perubahan voltase pada otak.
a. Teori Laterisasi
Dari Teori Broca dan Wernicke sebenarnya sudah dapat
ditarik kesimpulan yang menyatakan adanya spesialisasi atau semacam pembagian
kerja pada daerah-daerah otak manusia. Teori yang dapat ditarik secara jelas
adalah bahwa Hemisfir kiri bertanggung jawab untuk mengatur penyimpanan
pemahaman dan produksi bahasa alamiah. Dalam linguistik ini disebut teori
Lateralisasi.
1)
Tes Menyimak Rangkap (Dichotonic Listeniang).
Diperkenalkan oleh Broadbent (1954), kemudian
dilakukan oleh Kimura (1963, 1964) dan Ling (1969). Teori ini dilakukan dengan
memperdengarkan pasangan kata seperti Pria
dengan Wanita, Kucing dengan Anjing.
Jika diperdengarkan ke telinga kiri Objek. Kata Wanita dan pada telinga kanan kata Pria. Ternyata kata Pria
yang diperdengarkan ke telinga kanan dapat diulangi dengan baik. Dan tes ini
dilakukan kepada Objek yang berbeda dan hasilnya sama.
2)
Tes Stimulus Elektris
Pertama kali dilakukan oleh Penfielad dan
Rasmussen (1951) kemudian Penfield dan Robert (1959). Tes ini berpusat pada
otak distimuluskan dengan aliran listrik melalui Talamus Lateral Kiri (Talamus
= Struktur jaringan jauh di dalam otak) sehingga menimbulkan anomia. Tes ini
membuktikan bahwa lateralisasi hemisfir kiri untuk bahasa telah merupakan satu
kenyataan yang tidak dapat dibantah.
3)
Test Grafik Kegiatan Elektris
Tes ini dilakuakn untuk mengetahui adakah
aliran listrik pada otak apabila seseorang sednag bercakap-cakap dan kalau ada
bagian manakah yang giat mendapatkan aliran listrik ini. Tes ini diperkenalkan
oleh Schafer (1967) dan digunakan pertama oleh Whitaker (1971).
4)
Tes Wada
Diperkenalkan oleh J Wada (1959). Dalam tes ini obat Sodium
Amysal diinjeksikan ke dalam sistem peredaran darah pada otak. Belahan otak
yang mendapatkan obat ini akan lumpuh sementara.
5)
Tes Fisiologi Langsung
Dilakuakn oleh Cohn (1971) untuk memperkuat
hasil-hasil yang dilakukan dengan teknik psiko-fiiology,
yaitu tes menyimak rangkap. Tes ini merekam secara langsung getaran-getaran
elektris pada otak dengan cara electro-encephalo-grapky.
6)
Tes Belah Dua Otak
Kedua hemisfir sengaja dipisahkan, sehingga
hemsifir tersebut tidak terhubung lagi. Kemudian Objek ditutup matanya dnegan
kain. Pada tangan kiri Objek diletakkan sebuah benda dan ternyata Objek
mengenal benda itu, tapi tidak mengenal benda itu. Dengan teori itu dihasilkan
bahwa objek tidak lagi mempunyai satu akal melainkan dua.
b.
Teori Lokalisasi
Teori ini bisa disebut pandangan lokalisasi. Berpendapat
bahwa pusat-pusat bahasa dan ucapan berada didaerah Broca dan daerah
Wernicke.Selain laporan medis Broca dan Wernicke yang menyatakan bahwa pusat
bahasa terdapat di Hemisfir kir juga dikuatkan laporan medis Geschwind (1968).
1)
Teknik Stimulus Elektrik.
Dengan teknik ini ditemukan hanya tiga bagian
saja yang terdapat kelainan yang merusak bahasa seperti : Broca, Wernicke dan
Korteks Motor.
2)
Teknik Perbedaan Anatomi Otak
Geschwind dan Levistscky (1968) menganalisis
100 otak manusia normal setelah mereka meninggal, ditemukan bahwa Planun
Temporal yaitu daerah di belakang Girus Heschl jauh lebih besar pada hemisfir
kiri.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dari makalah diatas
dapatlah kita simpulkan bahwa Linguistik adalah ilmu bahasa atau kajian bahasa
tentang bagaimana bahasa itu dimengerti dan digunakan. Dalam mempelajari
linguistik tentu linguistik mempelajari di bidang kepribadian yaitu
Neurolinguistik adalah salah satu bidang kajian interdisipliner dalam ilmu
linguistik dan ilmu kedokteran yang mengkaji hubungan antara otak manusia
dengan bahasa.
Orang awam dengan mudah
mengatakan bahwa seseorang itu punya kepribadian baik, kuat dan menyenangkan,
sedangkan ada pula orang yang mengatakan bahwa mempunyai kepribadian lemah,
tidak baik atau buruk dan sebagainya. Sehingga dengan kata lain pribadi atau
kepribadian itu dipakai untuk menunjukkan adanya ciri-ciri khas yang ada pada
seseorang.
Seseorang sedang menderita penyakit kerusakan bahasa ini dapat diamati dari
ketidakmampuannya berbahasa secara normal.oleh sebab itu kita harus mempelajari
linguistik di bidang Neurolinguistik
atau ilmu kedokteran yang mengkaji hubungan antara otak manusia dengan bahasa.
B. SARAN
Setelah mempelajari tentang
Neurolinguistik, Penulis menyarankan adalah sebagai berikut :
1. Melihat
peran otak bagi kegidupan manusia maka makanlah makanan yang mengandung nutrisi
bagi pertumbuhan otak seperti seafood,
sayuran dan sebagainya.
2. Diharapkan
ada penemuan piranti atau metode terbaru untuk meneliti otak.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Fauzi.
1999, Psikologi Umum, CV. Pustaka Setia, Bandung.
Agus, Sujanto.
1989, Psikologi Kepribadian, Bumi Aksara, Jakarta.
Anwar. 2008.
Djasminar. English Fakultas Tekhnik II.
Jakarta.
Alwi,
Hasan.1998. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Abdullah, Alex.
2012. Linguistik umum. Erlangga.
Chaer, Abdul. 2003,
Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul.1994. Linguistik Umum. Jakarta : Penerbit Rineka
Cipta.
Dakir, 1993, Dasar-Dasar
Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Dardjowidjojo, Djono. 2005. Psikolinguistik Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Hasan Langgulung, 1992, Teori-teori Kesehatan Mental, Jakarta: Pustaka Al-Husna.
IKIP Semarang,
1989, Psikologi Perkembangan, Semarang, IKIP Semarang Press.
James Draver,1999, A Dictionary of Psychology, (New York:
Pengin Books, t.th.)
Kartini
Kartono dan Jenny Andari, 1989, Hygiene
Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, Bandung.
Kridalaksana,
Harimurti.1989 Pembentukan Kata dalam
Bahasa Indonesia.Jakarta : Gramedia.
Moeljono
Notosoedirjo, 2001, Kesehatan Mental:
Konsep dan Penerapan, Malang: Universitas Muhammadiyah.
Rakhmat. 1999.
Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosdakarya.
Sumadi Suryabrata,
1982,Psikologi Kepribadian, Rineka Cipta, Jakarta.
Tim Penyusun
Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa, 1994, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka.
Verhaar,
J.W.M. 1996. Asas-asas Linguistik Umum.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Vreeland,
N. (et al.). 1977. Area Handbook for
Malaysia. Edisi ke-3. Glen Rock NJ : Microfilming.
Yudibrata, dkk.
1998. Psikolinguistik. Jakarta:
Depdikbud PPGLTP Setara D-III.
Zakiah Daradjad. 1978,
Kepribadian Guru, Bulan Bintang, Jakarta,
Comments